1. Tujuan Pembelajaran
Pada unit ini kalian diharapkan dapat menginisiasi sebuah kegiatan serta menetapkan tujuan dan target bersama. Selain itu juga mampu mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan masing-masing anggota kelompok untuk memenuhi kebutuhannya. Kalian juga diminta untuk mampu menganalisis hal-hal penting dan berharga, yang dapat diberikan kepada masyarakat luas yang membutuhkan, dalam skala negara dan kawasan. Terakhir, mampu menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan keseharian sesuai dengan perkembangan dan konteks peserta didik.
Pertanyaan kunci yang akan dikaji pada unit 4 ini adalah:
1. Kegiatan apa yang dapat dilakukan untuk mengimplementasikan nilai-nilai gotong royong?
2. Apa kelebihan dan kekurangan masing-masing anggota kelompok dalam proyek kewarganegaraan yang telah dilakukan?
3. Kegiatan apa yang dapat membantu dan memberikan manfaat bagi masyarakat yang membutuhkan
2. Aktivitas Belajar 1 Pada bagian ini kalian diminta untuk mengisi tabel KWL terlebih dahulu. KWL adalah singkatan dari What I Know, What I Want to Know, dan What I Learned, yang berarti “Apa yang saya tahu”, “Apa yang saya ingin ketahui”, dan “Apa yang telah saya ketahui”. Kalian perlu mengisi 2 kolom di awal pembelajaran. Berikut panduan pertanyaan untuk mengisi tabel KWL.
a. Berdasarkan pengalaman yang telah dilakukan di masyarakat, apa yang kalian ketahui tentang gotong royong?
b. Berdasarkan pengalaman yang telah dilakukan di masyarakat, praktik gotong royong seperti apa yang telah kalian lakukan?
Konsep Gotong Royong
Pernahkah kalian mendengar kata
gotong royong? Ataukah kalian pernah ikut gotong royong? Gotong royong
merupakan identitas dan kekayaan budaya Indonesia. Ada pepatah menyebutkan
bahwa “Berat sama dipikul ringan sama dijinjing”. Pepatah ini bermakna,
pekerjaan berat jika dilakukan bersama-sama akan terasa ringan. Pepatah ini
dapat menggambarkan makna gotong royong. Lalu, apa yang dimaksud gotong royong
itu? Mari kita diskusikan bersama-sama! Sebagai makluk sosial, manusia tidak
dapat hidup sendiri. Manusia senantiasa membutuhkan bantuan orang lain. Hal ini
menjadi fitrah manusia. Oleh karena itu, dalam kehidupan masyarakat diperlukan
adanya kerja sama, gotong royong, dan sikap saling membantu untuk menyelesaikan
berbagai permasalahan hidup.
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), kata gotong royong bermakna bekerja bersama-sama (tolong-menolong,
bantu-membantu). Kata gotong royong sendiri berasal dari bahasa Jawa, yaitu
gotong dan royong. Gotong artinya pikul atau angkat. Sedangkan royong artinya
bersama-sama. Dengan demikian, secara harfiah gotong royong dapat diartikan
mengangkat beban secara bersama-sama agar beban menjadi ringan.
Koentjaraningrat membagi dua
jenis gotong royong yang dikenal oleh masyarakat Indonesia yaitu gotong royong
tolong-menolong dan gotong royong kerja bakti. Kegiatan gotong royong
tolong-menolong bersifat individual, misalnya menolong tetangga kita yang
sedang mengadakan pesta pernikahan, upacara kematian, membangun rumah, dan
sebagainya. Sedangkan kegiatan gotong royong kerja bakti biasanya dilakukan
untuk mengerjakan suatu hal yang sifatnya untuk kepentingan umum, seperti
bersih-bersih desa/kampung, memperbaiki jalan, membuat tanggul, dan lain-lain.
Lebih lanjut, Koentjaraningrat
membagi gotong royong yang terdapat pada ma[1]syarakat
pedesaan menjadi 4 (empat) jenis, yaitu:
1. Tolong-menolong dalam
aktivitas pertanian;
2. Tolong-menolong dalam
aktivitas sekitar rumah tangga;
3. Tolong-menolong dalam
aktivitas persiapan pesta dan upacara;
4. Tolong-menolong dalam
peristiwa kecelakaan, bencana, dan kematia
Gotong-royong lahir atas dorongan
kesadaran dan semangat untuk mengerjakan sesuatu secara bersama-sama, serentak,
dan beramai-ramai, tanpa memikirkan dan mengutamakan keuntungan pribadi. Gotong
royong harus dilandasi dengan semangat keikhlasan, kerelaan, kebersamaan,
toleransi, dan kepercayaan. Gotong-royong merupakan suatu paham yang dinamis,
yang menggambarkan usaha bersama, suatu amal, suatu pekerjaan atau suatu karya
bersama, dan suatu perjuangan bantu-membantu. Dalam gotong royong melekat
nilai-nilai Pancasila yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan
keadilan sosial yang merupakan landasan filsafat bangsa Indonesia.
Konsep gotong royong dapat pula
dimaknai sebagai pemberdayaan masyarakat. Hal ini lantaran gotong royong dapat
menjadi modal sosial (social capital) untuk mendukung kekuatan institusional
pada level komunitas, negara, dan lintas bangsa. Dalam gotong royong termuat
makna collective action to struggle, self governing, common goal, dan
sovereignty. Secara sosio-kultural, nilai gotong royong merupakan semangat yang
dimanifestasikan dalam berbagai perilaku individu yang dilakukan tanpa pamrih
guna mengerjakan sesuatu secara bersama-sama demi kepentingan in[1]dividu atau kolektif
tertentu.
Bintarto menyatakan bahwa gotong
royong merupakan perilaku sosial dan juga tata nilai kehidupan sosial yang ada
sejak lama dalam kehidupan di desa-desa Indonesia. Secara sosio-historis,
tradisi gotong royong tumbuh subur di pedesaan Indonesia lantaran kehidupan
pertanian memerlukan kerja sama yang besar untuk mengolah tanah, menanam,
memelihara hingga memetik hasil panen. Bagi bangsa Indonesia, gotong royong
tidak hanya bermakna sebagai perilaku, tetapi berperan pula sebagai nilai-nilai
moral. Hal ini mengandung pengertian bahwa gotong royong senantiasa menjadi
pedoman perilaku dan pandangan hidup bangsa Indonesia dalam beragam bentuk.
Makna Penting Gotong Royong
Sebagai identitas budaya bangsa
Indonesia, tradisi gotong royong yang sarat dengan nilai-nilai luhur harus kita
lestarikan. Terlebih lagi Indonesia merupakan negara yang majemuk, baik dari
sisi agama, budaya, suku maupun bahasa. Gotong royong dapat merekatkan dan
menguatkan solidaritas sosial. Ia melahirkan sikap kebersamaan, saling
tolong-menolong, dan menghargai perbedaan.
Selain membantu meringankan beban
orang lain, dengan gotong royong kita juga dapat mengurangi kesalahpahaman,
sehingga dapat mencegah terjadinya berbagai konflik. Gotong royong yang
merefleksikan suatu kebersamaan merupakan pedoman untuk menciptakan kehidupan
yang jauh dari konflik. Di dalam gotong royong terkandung nilai-nilai yang
dapat meningkatkan rasa kerja sama dan persatuan warga. Oleh karena itu,
melestarikan eksistensi tradisi gotong royong di tengah masyarakat sangatlah
penting, terutama pada masyarakat yang majemuk.
Secara historis, spirit gotong
royong berkontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal
ini antara lain dapat kita lihat dalam penyebaran informasi kemerdekaan ke
pelosok negeri dan dunia. Pasca Indonesia memprokla-masikan kemerdekannya,
banyak pemuda datang ke Jalan Menteng 31 yang menjadi tempat berkumpul para
aktivis pemuda pada saat itu. Para pemuda tersebut menye[1]barkan
stensilan Teks Kemerdekaan ke berbagai daerah di Indonesia.
Beberapa pemuda tersebut di
antaranya adalah M. Zaelani, anggota Barisan Pe[1]muda
Gerindo, yang dikirim ke Sumatera. Tercatat juga nama Uteh Riza Yahya, yang
menikah dengan Kartika, putri Presiden Soekarno. Kemudian ada pula guru Taman
Siswa bernama Sulistio dan Sri. Ada juga aktivis Lembaga Putri, Mariawati
Purwo. Mereka menuju ke Sumatera bersama Ahmad Tahir untuk menyebarkan kabar kemerdekaan.
Selain itu, tercatat pula nama Masri yang berangkat ke Kalimantan. Beberapa
pemuda juga berangkat ke Sulawesi. Mereka pergi ke luar Jawa membawa kabar
kemerdekaan dengan menggunakan perahu. Di Yogyakarta, Ki Hadjar Dewantara,
tokoh pendiri Taman Siswa, berkeliling kampung dengan naik sepeda untuk menye[1]barkan informasi
kemerdekaan Indonesia kepada masyarakat luas.
Spirit gotong royong terus
ditanamkan dan dipraktikkan oleh para tokoh bangsa lintas agama dan etnis, baik
dari kalangan sipil maupun dari kalangan militer, selama revolusi kemerdekaan
di Yogyakarta. Di kota bersejarah ini, berkumpul tokoh-tokoh bangsa dari
beragam latar agama, etnis, dan pandangan politik.
Dari sisi etnis, terdapat nama
Soekarno, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Soedirman, Ki Hadjar Dewantara, Ki
Bagoes Hadikoesoemo, Sukiman Wirjosandjojo, Wahid Hasjim, dan I.J. Kasimo yang
berlatar belakang suku Jawa. Tercatat pula Ali sadikin, Ibrahim Adji, dan M.
Enoch yang berlatar belakang Sunda. Ada pula Mohammad Hatta, Agoes Salim, Sutan
sjahrir, Tan Malaka, Mohammad Yamin, dan Muhammad Natsir yang berlatar belakang
Suku Minang. Ada juga Simatupang dan Nasution dari Tapanuli. Ada Kawilarang dan
A.A. Maramis dari Manado. Terdapat juga nama Muhammad Yusuf dari Makassar, Mr.
Assaat dan Teuku M. Hassan dari Aceh. A.R. Baswedan yang keturunan Arab, dan
lain-lain.
Semangat gotong royong dengan
mengesampingkan perbedaan begitu terasa di Yogyakarta. Realitas ini antara lain
dapat dilihat dari perjumpaan antara tokoh Muhammadiyah seperti Ki Bagoes
Hadikoesoemo, tokoh Nahdlatul Ulama (NU) seperti K.H. Wahid Hasjim, tokoh
Persatuan Islam seperti Muhammad natsir, tokoh Ahmadiyah seperti Sayyid Shah
Muhammad Al-jaeni, tokoh Katolik seperti I.J. Kasimo, dan sebagainya.
Contoh Praktik Gotong Royong
Kalian tentu tahu bahwa Indonesia
dikenal dunia karena masyarakat Indonesia me[1]miliki
sikap ramah, kekeluargaan, dan budaya gotong royong. Sejak lama budaya gotong
royong telah mengakar di bumi Indonesia. Sartono Kartodirjo menyebutkan bahwa
gotong royong merupakan budaya yang telah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan
sosial masyarakat Indonesia yang diwariskan secara turun-temurun. Tra[1]disi gotong royong
bahkan menjadi penanda dan identitas budaya bangsa Indonesia
Budaya gotong royong di Indonesia
dapat dilihat dalam berbagai macam ben[1]tuk dan istilah yang
berbeda sesuai dengan daerah masing-masing. Misalnya di Jawa dikenal dengan
istilah sambatan. Sambatan merupakan tradisi untuk meminta pertolongan kepada
warga masyarakat untuk membantu keluarga yang sedang membutuhkan bantuan
seperti membangun dan memperbaiki rumah, membantu hajatan perkawinan, upacara
kematian dan kepentingan-kepentingan lain yang membutuhkan bantuan orang
banyak. Uniknya, tanpa diminta untuk membantu, masyarakat akan nyengkuyung
(bekerja bersama-sama membantu tetangganya yang memiliki hajat). Mereka tidak
berharap mendapatkan keuntungan material atau berpikir untung-rugi. Mereka
memiliki prinsip “loss sathak, bathi sanak” yang kurang lebih artinya: “lebih
baik kehilangan materi daripada kehilangan saudara”.
Gambar 1.10 Praktik goyong royong warga membangun rumah. Sumber: commons.wikimedia.org/Muh Edar (2019)
Di Toraja, Sulawesi Selatan,
tradisi gotong royong disebut dengan arisan tenaga, yaitu kerja bakti bergilir
untuk menggarap sawah atau ladang milik warga. Suku Dayak di Kalimantan juga
melakukan tradisi yang kurang lebih sama yang disebut dengan tradisi sa’aelant.
Karena konsep gotong royong mengandung makna bekerja sama secara nyata, maka
sudah semestinya kita praktikkan dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya
sekedar untuk didiskusikan saja. Lantas bagaimana cara mempraktikkan gotong royong?
Ada banyak cara yang dapat kalian lakukan. Kalian dapat memulainya dengan
melakukan hal-hal sederhana yang ada di sekitar kalian seperti membantu hajatan
tetangga, gotong royong mengatasi masalah lingkungan hidup, gotong royong menyantuni
orang miskin dan anak-anak yatim, gotong royong membersihkan ksebagainya. Ingat
bahwa gotong royong tidak hanya sebatas pada kegiatan bersama yang bersifat
fisik saja, tetapi dapat berupa kerja bersama non-fisik seperti mencari solusi
bersama atas sebuah persoalan, memberikan gagasan/ide, memberikan bantu[1]an, dan lain-lain
Tidak ada komentar:
Posting Komentar