Sabtu, 31 Oktober 2020

Lembaga lembaga negara berdasr ketentuan UUD NRI 1945

 

Letunjuk Belajar Modul:

1.         Dengan modul ini diharapkan siswa dapat belajar secara mandiri  Lembaga lembaga negara Indonesia menurut ketentuan UUD 1945 tanpa atau dengan bimbingan guru.

2.         Modul ini dikembangkan dari konsep yang mudah ke yang sulit, dari konsep nyata ke konsep yang abstrak dan dari konsep yang sederhana ke konsep yang rumit.

3.         Belajarlah secara mandiri

4.         Baca baik-baik Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) dan Tujuan Pembelajaran.

Prasyarat Sebelum Belajar:

Sebelum mempelajari Lembaga lembaga negara Indonesia menurut ketentuan UUD 1945  , peserta didik diharapkan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini sebagai apersepsi:

1.      Siswa mampu menguraikan bagan kelembagaan negara Indonesia

2.      Siswa dapat menjelaskan tugas dan wewenang kelembagaan negara

3.      Siswa dapat menyebutkan landasan hokum kelembagaan negara

 

A. Bagan kelembagaan lembaga  negara Republik Indonesia berdasrkan UUD NRI 1945

B. Klasifikasi lembaga lembaga negara Republik Indonesia

1. MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT (MPR)

Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah salah satu lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, yang terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah. Dahulu sebelumReformasi MPR merupakan Lembaga Negara Tertinggi, yang terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Utusan Daerah, dan Utusan Golongan.

Jumlah anggota MPR periode 2009–2014 adalah 692 orang, terdiri atas 560 Anggota DPR dan 132 anggota DPD. Masa jabatan anggota MPR adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.

 

TUGAS DAN WEWENANG MPR

·         Mengubah dan menetapkan (Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945), (Undang-Undang Dasar)

·         Melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum.

·         Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan (Mahkamah Konstitusi) untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden dalam masa jabatannya.

·         Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya.

·         Memilih Wakil Presiden dari 2 calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya.

·         Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya.

·         Anggota MPR memiliki hak mengajukan usul perubahan pasal-pasal UUD, menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan putusan, hak imunitas, dan hak protokoler. Setelah Sidang MPR 2003, Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat tidak lagi oleh MPR. MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.

·         Sidang MPR sah apabila dihadiri:

·         sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah Anggota MPR untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden

·         sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR untuk mengubah dan menetapkan UUD

·         sekurang-kurangnya 50%+1 dari jumlah Anggota MPR sidang-sidang lainnya

·         Putusan MPR sah apabila disetujui:

·         sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR yang hadir untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden

·         sekurang-kurangnya 50%+1 dari seluruh jumlah Anggota MPR untuk memutus perkara lainnya.

·         Sebelum mengambil putusan dengan suara yang terbanyak, terlebih dahulu diupayakan pengambilan putusan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat.

2. PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD, dan dalam melakukan kewajibannya dibantu oleh Wakil Presiden. (Pasal 4) Presiden berhak mengajukan RUU, dan menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan UU (Pasal 5).

TUGAS DAN WEWENANG PRESIDEN

·         Memegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL dan AU (Pasal 10).

·         Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain dengan   persetujuan DPR, terutama yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi Negara (Pasal 11).

·         Menyatakan keadaan bahaya, yang syarat dan akibatnya ditetapkan dengan UU (Pasal 12).

·         Mengangkat dan menerima duta dan konsul dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13).

·         Presiden memberikan grasi dengan pertimbangan MA, dan memberikan amnesty dan abolisi dengan pertimbangan DPR (Pasal 14).

·         Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan menurut UU (Pasal 15).

·         Presiden membentuk dewan pertimbangan yang bertugas memberi nasehat dan pertimbangan kepada Presiden (Pasal 16).

·         Presiden juga berhak mengangkat menteri-menteri sebagai pembantu Presiden (Pasal 17).

3. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR)

Dewan Perwakilan Rakyat adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraanIndonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat dan memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum, yang dipilih berdasarkan hasil Pemilihan Umum. Masa jabatan anggota DPR adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.

TUGAS DAN WEWENANG DPR

·         Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama

·         Membahas dan memberikan persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

·         Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan

·         Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD

·         Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan pemerintah

·         Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan DPD

·         Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan;

·         Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial

·         Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden

·         Memilih tiga orang calon anggota hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden untuk ditetapkan;

·         Memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk mengangkat duta, menerima penempatan duta negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi

·         Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain

·         Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat

·         Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;

·         Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama.

·         Pada anggota DPR melekat hak ajudikasi dan legislasi yakni berupa hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Anggota DPR juga memiliki hak mengajukan RUU, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, membela diri, hak imunitas, serta hak protokoler.

·         Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPR berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan. Jika permintaan ini tidak dipatuhi, maka dapat dikenakan panggilan paksa (sesuai dengan peraturan perundang-undangan). Jika panggilan paksa ini tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandera paling lama 15 hari (sesuai dengan peraturan perundang-undangan).

ALAT KELENGKAPAN DPR

1.      Pimpinan. Kedudukan Pimpinan dalam DPR dapat dikatakan sebagai Juru Bicara Parlemen. Fungsi pokoknya secara umum adalah mewakili DPR secara simbolis dalam berhubungan dengan lembaga eksekutif, lembaga-lembaga tinggi negara lain, dan lembaga-lembaga internasional, serta memimpin jalannya administratif kelembagaan secara umum, termasuk memimpin rapat-rapat paripurna dan menetapkan sanksi atau rehabilitasi. Pimpinan DPR bersifat kolektif kolegial, terdiri dari seorang ketua dan 4 orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh Anggota DPR dalam Sidang Paripurna DPR.

2.      Komisi. Komisi adalah unit kerja utama di dalam DPR. Hampir seluruh aktivitas yang berkaitan dengan fungsi-fungsi DPR, substansinya dikerjakan di dalam komisi. Setiap anggota DPR (kecuali pimpinan) harus menjadi anggota salah satu komisi. Pada umumnya, pengisian keanggotan komisi terkait erat dengan latar belakang keilmuan atau penguasaan anggota terhadap masalah dan substansi pokok yang digeluti oleh komisi.

3.      Badan Musyawarah. Bamus merupakan miniatur DPR. Sebagian besar keputusan penting DPR digodok terlebih dahulu di Bamus, sebelum dibahas dalam Rapat Paripurna sebagai forum tertinggi di DPR yang dapat mengubah putusan Bamus. Bamus antara lain memiliki tugas menetapkan acara DPR, termasuk mengenai perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, serta jangka waktu penyelesaian dan prioritas RUU). Pembentukan Bamus sendiri dilakukan oleh DPR melalui Rapat Paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR. Anggota Bamus berjumlah sebanyak-banyaknya sepersepuluh dari anggota DPR, berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi. Pimpinan Bamus langsung dipegang oleh Pimpinan DPR.

4.      Badan Anggaran. Badan Anggaran DPR dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap yang memiliki tugas pokok melakukan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Susunan keanggotaan Badan Anggaran ditetapkan pada permulaan masa keanggotaan DPR. Susunan keanggotaan Badan Anggaran terdiri atas anggota-anggota seluruh unsur Komisi dengan memperhatikan perimbangan jumlah anggota Fraksi.

5.      Badan Kehormatan. Badan Kehormatan (BK) DPR merupakan alat kelengkapan paling muda saat ini di DPR. BK merupakan salah satu alat kelengkapan yang bersifat sementara. Pembentukan DK di DPR merupakan respon atas sorotan publik terhadap kinerja sebagian anggota dewan yang buruk, misalnya dalam hal rendahnya tingkat kehadiran dan konflik kepentingan. BK DPR melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Anggota DPR, dan pada akhirnya memberikan laporan akhir berupa rekomendasi kepada Pimpinan DPR sebagai bahan pertimbangan untuk menjatuhkan sanksi atau merehabilitasi nama baik Anggota. Rapat-rapat Dewan Kehormatan bersifat tertutup. Tugas Dewan Kehormatan dianggap selesai setelah menyampaikan rekomendasi kepada Pimpinan DPR.

6.      Badan Legislasi. Badan Legislasi (Baleg) merupakan alat kelengkapan DPR yang lahir pasca Perubahan Pertama UUD 1945, dan dibentuk pada tahun 2000. Tugas pokok Baleg antara lain: merencanakan dan menyusun program serta urutan prioritas pembahasan RUU untuk satu masa keanggotaan DPR dan setiap tahun anggaran. Baleg juga melakukan evaluasi dan penyempurnaan tata tertib DPR dan kode etik anggota DPR. Badan Legislasi dibentuk DPR dalam Rapat paripurna, dan susunan keanggotaannya ditetapkan pada permulaan masa keanggotaan DPR berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi. Keanggotaan Badan Legislasi tidak dapat dirangkap dengan keanggotaan Pimpinan Komisi, keanggotaan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), dan keanggotaan Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP).

7.      Badan Urusan Rumah Tangga. Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR bertugas menentukan kebijakan kerumahtanggaan DPR. Salah satu tugasnya yang berkaitan bidang keuangan/administratif anggota dewan adalah membantu pimpinan DPR dalam menentukan kebijakan kerumahtanggaan DPR, termasuk kesejahteraan Anggota dan Pegawai Sekretariat Jenderal DPR berdasarkan hasil rapat Badan Musyawarah.

8.      Badan Kerja Sama Antar-Parlemen. Badan Kerja Sama Antar-Parlemen, yang selanjutnya disingkat BKSAP, dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BKSAP pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota BKSAP ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang. Pimpinan BKSAP merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial, yang terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua, yang dipilih dari dan oleh anggota BKSAP berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.

9.      Panitia Khusus. Jika dipandang perlu, DPR (atau alat kelengkapan DPR) dapat membentuk panitia yang bersifat sementara yang disebut Panitia Khusus (Pansus). Komposisi keanggotaan Pansus ditetapkan oleh rapat paripurna berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pansus bertugas melaksanakan tugas tertentu yang ditetapkan oleh rapat paripurna, dan dibubarkan setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesai. Pansus mempertanggungjawabkan kinerjanya untuk selanjutnya dibahas dalam rapat paripurna.

DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Dan untuk itu DPR diberikan hak-hak interpelasi, angket, menyatakan pendapat, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul, dan pendapat serta imunitas (Pasal 20). Fungsi DPR adalah sebagai berikut:

·         Fungsi legislasi berkaitan dengan wewenang DPR dalam pembentukan undang-undang.

·         Fungsi anggaran, berwenang menyusun dan menetapkan RAPBN bersama presiden.

·         Fungsi pengawasan, melakukan pengawasan terhadap pemerintah.

·         DPR diberikan hak-hak yang diatur dalam pasal-pasal UUD 1945, antara lain:

·         Hak interpelasi, hak DPR untuk meminta keterangan pada presiden.

·         Hak angket, hak DPR untuk mengadakan penyelidikan atas suatu kebijakan Presiden/ Pemerintah.

·         Hak menyampaikan pendapat.

·         Hak mengajukan pertanyaan.

·         Hak Imunitas, hak DPR untuk tidak dituntut dalam pengadilan.

·         Hak mengajukan usul RUU

·         Anggota DPR berhak mengajukan usul RUU (Pasal 21). Dalam hal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Perpu, dan pada masa persidangan DPR berikutnya Perpu tersebut harus dimintakan persetujuan DPR. Apabila DPR tidak menyetujuinya maka Perpu harus dicabut(Pasal 22). Anggota DPR dapat diberhentikan dari jabatannya, dengan syarat-syarat dan tata cara yang diatur dengan undang-undang (Pasal 22B).

4. DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD)

Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilu, setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggta DPD tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR. DPD bersidang sedikitnya sekali dalam setahun (Pasal 22C).

DPD berhak mengajukan RUU kepada DPR dan ikut membahasnya yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat-daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat-daerah, serta memberi pertimbangan atas RUU APBN yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama (Pasal 22D). DPD dapat melakukan pengawasan terhadap UU yang usulan dan pembahasannya dimiliki oleh DPD.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 49 dan 50 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD bahwa Anggota DPD mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut:

1. Hak

·         Menyampaikan usul dan pendapat;

·         Memilih dan dipilih;

·         Membela diri;

·         Imunitas;

·         Protokoler;

·         Keuangan dan administratif.

·         Mengamalkan Pancasila;

·         Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan;

·         Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan;

·         Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia;

·         Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat;

·         Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan daerah;

·         Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;

·         Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya;

·         Menaati kode etik dan Peraturan Tata Tertib DPD; dan

·         Menjaga etika dan norma adat daerah yang diwakilinya.

2. Kewajiban

Berkenaan dengan kewajiban tersebut, hal itu mempertegas fungsi politik legislatif Anggota DPD RI yang meliputi representasi, legislasi dan pengawasan yang dicirikan oleh sifat kekuatan mandatnya dari rakyat pemilih yaitu sifat “otoritatif” atau mandat rakyat kepada Anggota; di samping itu ciri sifat ikatan atau “binding” yaitu ciri melekatnya pemikiran dan langkah kerja Anggota DPD RI yang semata-mata didasarkan pada kepentingan dan keberpihakan pada rakyat daerah.

5. KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU)      

Dalam rangka pelaksanaan Pemilu agar terselenggara sesuai asas (Iuberjudil), maka dibentuklah sebuah komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri (Pasal 22E). KPU selain ada ditingkat pusat, juga terdapat KPU daerah baik di provinsi maupun kabupaten/kota.

 

6. BANK SENTRAL

Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan UU (Pasal 23D).

7. BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK)

Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Untuk lebih memantapkan tugas BPK RI, ketentuan yang mengatur BPK RI dalam UUD Tahun 1945 telah diamandemen. Sebelum amandemen BPK RI hanya diatur dalam satu ayat (pasal 23 ayat 5) kemudian dalamPerubahan Ketiga UUD 1945 dikembangkan menjadi satu bab tersendiri (Bab VIII A) dengan tiga pasal (23E, 23F, dan 23G) dan tujuh ayat.

Untuk menunjang tugasnya, BPK RI didukung dengan seperangkat Undang-Undang di bidang Keuangan Negara, yaitu;

·         UU No.17 Tahun 2003 Tentang keuangan Negara

·         UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara

·         UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

6. MAHKAMAH AGUNG (MA)

Mahkamah Agung adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi.

Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan :

·         Peradilan Umum pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Negeri, pada tingkat banding dilakukan olehPengadilan Tinggi dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung

·         Peradilan Agama pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Agama, pada tingkat banding dilakukan olehPengadilan Tinggi Agama dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung

·         Peradilan Militer pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Militer, pada tingkat banding dilakukan olehPengadilan Tinggi Militer dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung

·         Peradilan Tata Usaha negara pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Tata Usaha negara, pada tingkat banding dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung

Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MA adalah:

·         Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang

·         Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi

·         Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden member grasi dan rehabilitasi

·         Mahkamah Agung dipimpin oleh seorang ketua. Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung, dan diangkat oleh Presiden. Ketuanya sejak 15 Januari 2009 adalah Harifin A. Tumpa.

·         Pada Mahkamah Agung terdapat hakim agung sebanyak maksimal 60 orang. Hakim agung dapat berasal dari sistem karier (hakim), atau tidak berdasarkan sistem karier dari kalangan profesi atau akademisi.

·         Calon hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat, untuk kemudian mendapat persetujuan dan ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.

Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, dan dilakukan oleh sebuah MA dan badan peradilan yang ada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, agama, militer, tata usaha Negara, dan sebuah Mahkamah Konstitusi (Pasal 24). MA berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan dibawah UU terhadap UU. Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, professional, dan berpengalaman di bidang hukum. Calon Hakim Agung diusulkan komisi yudisial kepada DPR untuk mendapat persetujuan dan ditetapkan oleh Presiden. Ketua dan Wakil MA dipilih dari dan oleh Hakim Agung (Pasal 24A).

7. KOMISI YUDISIAL (KY)

Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Anggota komisi yudisial harus memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela. Anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR (Pasal 24B).

8. MAHKAMAH KOSNTITUSI (MK)

Mahkamah Konstitusi adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung.

Sejarah berdirinya MK diawali dengan Perubahan Ketiga UUD 1945 dalam Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B yang disahkan pada 9 November 2001. Setelah disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945, maka dalam rangka menunggu pembentukan Mahkamah Konstitusi, MPR menetapkan Mahkamah Agung menjalankan fungsi MK untuk sementara sebagaimana diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat.

DPR dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan Pemerintah menyetujui secara bersama Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu. Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden mengambil sumpah jabatan para hakim konstitusi di Istana Negara pada tanggal 16 Agustus 2003.

Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MK adalah:

·         Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum

·         Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran olehPresiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.

·         MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran parpol dan perselisihan hasil pemilu. MK wajib memberi putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil menurut UUD. MK mempunyai 9 anggota hakim konstitusi yang ditetapkan Presiden masing-masing 3 orang diajukan oleh MA, DPR, dan Presiden. Ketua dan wakil ketua MK dipilih dari dan oleh hakim konstitusi. Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan, yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat Negara (Pasal 24C0). MK dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh MA (Pasal III AP).

Jumat, 30 Oktober 2020

Mencermati sistem peradilan indonesia

 

Mencermati Sistem Peradilan di Indonesia

Petunjuk Belajar Modul:

1.         Dengan modul ini diharapkan siswa dapat belajar secara mandiri mencermati sistem peradilan di Indonesia tanpa atau dengan bimbingan guru.

2.         Modul ini dikembangkan dari konsep yang mudah ke yang sulit, dari konsep nyata ke konsep yang abstrak dan dari konsep yang sederhana ke konsep yang rumit.

3.         Belajarlah secara mandiri

4.         Baca baik-baik Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) dan Tujuan Pembelajaran.

Prasyarat Sebelum Belajar:

Sebelum mempelajari  mencermati sistem peradilan di Indonesia, peserta didik diharapkan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini sebagai apersepsi:

1.       Siswa mampu menguraikan makna lembaga peradilan

2.       Siswa mampu menganalisis dasar hukum lembaga peradilan

3.       Siswa mampu menjelaskan klasifikasi lembaga peradilan

A. Makna lembaga peradilan


Lembaga Peradilan adalah alat yang menjadi perlengkapan negara yang memiliki tugas dalam andil mempertahankan untuk tetap tegaknya hukum. Lembaga peradilan di Indonesia sendiri diserahkan kepada Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan kehakiman dengan berbagai tugas pokok seperti menerima, memerika, mengadili, dan juga membantu menyelesaikan setiap perkara atau amslah pertikaian yang diajukan.

Fungsi Lembaga Peradilan

·         Melakukan controlling terhadap berbagai penyelenggaraan peradilan yang terjadi di setiap ruang lingkup peradilan dalam melaksanakan suatu kekuasaan kehakiman.

·         Melakukan kontrol dari jalannya peradilan di dalam wilayah hukum dan juga menjaga supaya peradilan itu diselesaikan dengan semestinya.

·         Menjadi tempat menyelesaikan permasalahan dengan keadilan.

·         Penentu siapa salah dan siapa yang benar dalam suatu pertikaian

Asas peradilan nasional di Indonesia adalah sebagai berikut

1.       Sederhana  dapat diartikan bahwa hakim dalam pelaksanaannya mengadili para pihak yang sedang berperkara di dalam memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk mendapatkan keterangan yang akurat dari para pihak dan para saksi diupayakan memakai bahasa atau kalimat yang sederhana dan mudah dimengerti oleh para pihak yang sedang berperkara dan berusaha semaksimal mungkin agar perkaranya dapat diupayakan perdamaian dengan cara memberikan keterangan tentang akibat-akibat negatif adanya keputusan pengadilan yang dapat dilaksanakan dengan cara paksa, jika para pihak tetap mempertahankan kehendaknya dan tidak mau berdamai, maka perkaranya baru diselesaikan melalui persidangan.

2.       cepat dalam suatu persidangan adalah bahwa hakim dalam memeriksa para pihak yang sedang berperkara harus mengupayakan agar proses penyelesaiannya setelah ada bukti-bukti yang akurat dari para pihak dan para saksi segera memberikan keputusan dan waktunya tidak diulur-ulur atau mengadakan penundaan persidangan yang jarak waktu antara persidangan pertama dan kedua dan seterusnya tidak terlalu lama.

3.       Biaya ringan , agar dalam suatu persidangan dapat dilaksanakan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan, maka hakim yang menyelesaikan sengketa harus profesional dan betul-betul orang yang ahli di bidangnya serta penuh dengan kearifan di dalam menangani suatu perkara, sehingga permasalahan yang dihadapi oleh para pihak yang sedang berperkara dapat terselesaikan

Selain hal di atas, Peradilan Pidana di Indonesia memberlakukan aturan bahwa semua warga negara berhak dan sama kedudukannya dalam hukum (UUD 1945). Proses Sistem Peradilan Pidana  di Indonesia  sebagai berikut:

·         Tahap penyelidikan oleh Kepolisian. Proses penyelidikan dapat dilakukan oleh lembaga penegak hukum dalam hal ini kepolisian apabila ada laporan dan pengaduan kejahatan atau seseorang tertangkap oleh polisi. Selanjutnya baru dilakukan proses-proses lanjutan seperti pemeriksaan tersangka, penangkapan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemeriksaan saksi, pemeriksaaan tempat kejadian perkara (TKP), dan lain-lain. Penyelidikan tersebut kemudian dijadikan Berkas Perkara (BP) yang diserahkan kepada Penuntut Umum.

·         Tahap penuntutan oleh Kejaksaan. Pada tahap ini dilakukan pendaftaran dan pengajuan perkara oleh Penuntut Umum ke Pengadilan.

·         Tahap pemeriksaan di pengadilan oleh Hakim. dalam hal ini wewenang pengadilan tinggi adalah mengadakan persiapan sidang dan sidang perkara yang diajukan oleh Penuntut Umum.  Sidang dapat dilakukan beberapa kali sesuai kebutuhan. Proses sidang di antaranya, pembacaan tuntutan, pernyataan saksi, dan pembacaan pembela. Tahap terakhir proses ini barulah pembacaan keputusan.  Sementara, tugas dan fungsi hakim agung berkaitan dengan semua yang terjadi di ruang sidang.

·         Tahap pelaksanaan keputusan (eksekusi) oleh Kejaksaan dan Lembaga Permasyarakatan. Eksekusi dapat dilakukan apabila persidangan sudah menghasilkan keputusan hakim. Eksekusi bisa berubah, apabila ada proses hukum lanjutan seperti Banding, Kasasi, atau Peninjauan Kembali (PK).

B. dasar hokum lembaga peradilan

Dasar Hukum Lembaga Peradilan di Indonesia, meliputi:


·         Pancasila terutama sila kelima, yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”

·         Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab IX Pasal 24 Ayat (2) dan (3) (1) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi (2) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.

·         Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tinting Pengadilan Anak

·         Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1997 ten tang Peradilan Militer

·         Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM

·         Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak

·         Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi h. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung

·         Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum

·         Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara

·         Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 5 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

·         Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung

·         Undang-Undang RI Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi n. Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

·         Undang-Undang RI Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum

·         Undang-Undang RI Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

·         Undang-Undang RI Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara

·         Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi

C. Klasifikasi lembaga Peradilan

Peradilan yang berada dibawah naungan Mahkamah Agung ini dibagi lagi menjadi 4 lingkungan


peradilan, yakni sebagai berikut:

1.  Peradilan Umum. Peradilan umum ini paling sering kita lihat dan temui, mulai kasus pidana seperti pencurian, pembunuhan, narkoba, korupsi, ataupun kasus perdata seperti wanprestasi, perbuatan melawan hukum, dan lain-lain.
Dasar hukumnya adalah :  UU Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
Yang termasuk peradilan umum adalah :

1.      Pengadilan Negeri. Pengadilan ini yang pertama kali memutus suatu perkara.
Pengadilan Negeri biasa disebut PN.
PN ini terletak di ibukota kabupaten/kota maupun ibukota provinsi
Contohnya adalah :
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Kelas IA Khusus
Pengadilan Negeri Kediri Kelas I-B

2.      Pengadilan Tinggi. Pengadilan Tinggi atau biasa disebut PT ini adalah pengadilan yang memeriksa upaya hukum banding dari kasus yang diputus dalam pengadilan negeri.
Peadilan Tinggi hanya terletak di ibukota provinsi.
Contohnya :
Pengadilan Tinggi Tanjungkarang
Pengadilan Tinggi Makassar

1)      Peradilan Agama. Peradilan agama adalah peradilan khusus orang-orang beragama Islam yang menangani perkara seperti perkawinan, waris, hibah, wasiat, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syari'ah.
Dasar hukumnya adalah :  UU Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
Yang termasuk peradilan agama adalah :

1)      Pengadilan Agama. Pengadilan agama tingkat pertama, yang terletak di ibukota kabupaten ataupun kota. Biasa disebut PA. Contohnya :
Pengadilan Agama Jakarta Selatan
Pengadilan Agama Banjarnegara Kelas I A

2)      Pengadilan Tinggi Agama Adalah pengadilan tingkat banding dari kasus-kasus yang telah diputus di pengadilan agama. Biasa disingkat PTA.
Pengadilan Tinggi Agama ini terletak hanya di ibukota provinsi
Contoh :
Pengadilan Tinggi Agama Makssar
Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta

2)      Peradilan Militer. Peradilan militer adalah peradilan khusus untuk anggota Tentara Negara Indonesia (TNI). Dasar hukumnya adalah UU Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer. Adapun yang termasuk peradilan militer antara lain :

1)      Pengadilan Militer. Peradilan Tinggi tingkat pertama yang mengadili perkara kejahatan ataupun pelanggaran yang dilakukan TNI yang pangkatnya Kapten dan kebawahnya. Pengadilan ini biasa disebut Dilmil.
Contoh :
Pengadilan Milliter III-14 Denpasar
Pengadilan Militer III-19 Jayapura

2)      Pengadilan Militer Tinggi, Adalah peradilan tingkat pertama bagi TNI yang pangkatnya Mayor dan diatasnya. Sering juga disebut Dilmilti.
Contohnya:
Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta
Pengadilan Militer Tinggi I Medan

3)      Pengadilan Militer Utama. Adalah peradilan yang menangani upaya hukum banding dari pengadilan militer ataupun pengadilan militer tinggi.
Contoh : Pengadilan Militer Utama Jakarta

4)      Pengadilan Militer Pertempuran. Adalah pengadilan khusus yang memeriksa dan memutus pada tingkat pertama dan terakhir suatu perkara yang dilakukan oleh prajurit di medan pertempuran. Pengadilan ini sifatnya insidentil yaitu
pembentukannya dapat sewaktu-waktu karena kondisi keadaan perang dan
pembentukannya berasal dari Keputusan Panglima TNI.

3)      Peradilan Tata Usaha Negara. Peradilan Tata Usaha Negara yang biasa disebut PTUN adalah peradilan yang khusus mengani sengketa tata usaha negara.. Dasar hukumnya adalah Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009. Adapun yang termasuk dalam peradilan tata usaha negara ini adalah :

Ø  Pengadilan Tata Usaha Negara. Adalah pengadilan tingkat pertama yang menangani kasus sengketa TUN ini.
Pengadilan ini terletak di ibukota kabupaten maupun kota.
Contohnya :
Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang
Pengadilan Tata Usaha Negara Kupang

Ø  Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Adalah pengadilan yang menangani upaya hukum banding kasus yang diputus dari pengadilan tata usaha negara.
Pengadilan ini terletak di ibukota provinsi.
Contohnya :
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makasaar
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya

 Mahkamah Agung sendiri adalah peradilan tertinggi yang menangani kasus-kasus yang dimintai upaya hukum kasasi dari peradilan umum, agama, militer dan tata usaha negara.

Agar semakin jelas, peradilan punya tingkatan-tingkatannya yakni  :
1. Pengadilan Tingkat Pertama Adalah pengadilan yang menangani kasus untuk pertama kalinya. Mulai dari menerima, memeriksa dan memutus perkara-perkara sesuai kewenangannya.
Contohnya : Pengadilan Negeri, pengadilan agama, pengadilan tata usaha negara, pengadilan militer.

2.Pengadilan Tingkat Banding Adalah pengadilan yang menangani upaya hukum banding dari kasus yang sudah diputus di pengadilan tingkat pertama.
Contohnya : Pengadilan tinggi, pengadilan tinggi agama, pengadilan militer utama, pengadilan tinggi tata usaha negara.

3. Pengadilan Tingkat Kasasi Adalah pengadilan yang bertugas menangani upaya hukum kasasi. Kewenangan ini hanya dimiliki oleh Mahkamah Agung (MA).

Sedangkan Mahkamah Konstitusi (MK) adalah peradilan tingkat pertama dan terakhir dan putusannya bersifat final.
MK ini khusus menangani kasus-kasus seperti :

  • menguji undang-undang terhadap UUD 1945
  • memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD NRI Tahun 1945
  • memutus pembubaran partai politik
  • memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum
  • dan kewenangan lain yang diberikan oleh undang-undang

 

Proyek Gotong Royong Kewarganegaraan

 1. Tujuan Pembelajaran  Pada unit ini kalian diharapkan dapat menginisiasi sebuah kegiatan serta menetapkan tujuan dan target bersama. Sela...