Kompetensi Dasar :
Kewenangan Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD RRI Tahun 1945
Kewenangan Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD RRI Tahun 1945
Petunjuk Belajar
Modul:
- Dengan modul ini
diharapkan siswa dapat belajar secara mandiri konsep Kewenangan Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD RRI
Tahun 1945 tanpa atau dengan
bimbingan guru.
- Modul ini
dikembangkan dari konsep yang mudah ke yang sulit, dari konsep nyata ke
konsep yang abstrak dan dari konsep yang sederhana ke konsep yang rumit.
- Belajarlah secara
berkelompok.
- Baca baik-baik
Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) dan Tujuan Pembelajaran.
Prasyarat Sebelum Belajar:
Sebelum mempelajari penyelenggaraan pemerintahan negara,
peserta didik diharapkan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini
sebagai apersepsi:
- Mendeskripsikan konsep,
suprastruktur dan infrastruktur politik
- Menguraikan lembaga
lembaga negara RI menurut UUD 1945
- Menyimpulkan tata
kelola pemerintahan yang baik
- Menyebutkan
partisipasi warga negara dalam sistem politik Indonesia
A. Suprastruktur dan Infrastruktur Politik
Pada setiap sistem politik Negara-negara dunia, akan
selalu dijumpai adanya struktur politik. Struktur politik di dalam suatu negara
adalah pelembagaan hubungan organisasi antara komponen-komponen yang membentuk
bangunan politik. stuktur politik sebagai bagian dari struktur yang pada
umumnya selalu berkenaan dengan alokasi nilai-nilai yang bersifat otoratif,
yaitu yang dipengaruhi oleh distribusi serta penggunaan kekuasaan.
Permasalahan politik menurut Alfian, dapat dikaji melalui
berbagai pendekatan, yaitu didekati dari sudut kekuasaan, struktur politik,
komunikasi politik, konstitusi, pendidikan dan sosialisasi politik, pemikiran
dan kebudayaan politik. Sistem politik yang pada umumnya berlaku di setiap
negara meliputi dua struktur kehidupan politik, yakni, infrastrukur politik dan
suprastruktur politik.
1.
Infrastrukur politik
Didalam suatu kehidupan politik rakyat (the sosial
political sphere), akan selalu ada keterkaitan atau keterhubungan dengan
kelompok-kelompok lain ke dalam berbagai macam golongan yang biasanya disebut
“kekuatan sosial politik masyarakat”. Kelompok masyarakat tersebut yang
merupakan kekuatan politik riil didalam masyarakat, disebut “infrastruktur
politik”. Berdasakan teori politik, infrastruktur politik mencakup 5 (lima)
unsur atau komponen sebagai berikut :
a. Partai politik (political party ),
b. kelompok kepentingan (interst group),
c. kelompok penekan (pressure group),
d. media komunikasi politik (political
communication media) dan
e. tokoh politik (political figure).
a. Partai politik ( political
party ) di Indonesia
Partai politik sebagai institusi mempunyai hubungan yang
sangat erat dengan masyarakat dalam mengendalikan kekuasaan. Hubungan ini
banyak dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat yang melahirkannya. Kalau
kelahiran partai politik dilihat sebagai pengewajantahan dari kedaulatan rakyat
dalam poltik formal, maka semangat kebebasan selalu dikaitkan orang ketika
berbicara tentang partai politik sebagai pengendali kekuasaan. Perjalanan
sejarah kehidupan partai poliik di Indonesia secara garis besarnya dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Ø Masa pra
kemerdekaan
Organisasi modern pertama di Indonesia yang melakukan perlawanan terhadap
penjajah (tidak secara fisik) adalah Budi Utomo yang didirikan di Jakarta pada
tanggal 20 Mei 1908. Pada awalnya, organisasi ini berkembang di kalangan
pelajar dalam bentuk studieclub dan organisasi pendidikan. Namun dalam
perkembangan berikutnya, ia menjadi partai politik yang didukung kaum
terpelajar dan massa buruh tani.
Ø Masa pasca
kemerdekaan (tahun 1945-1965)
Tumbuh suburnya partai-partai politik pasca kemerdekaan, didasarkan pada
Maklumat Pemerintah tertanggal 3 November 1945 yang ditandantangani Wakil
Presden Moh. Hatta yang antara lain memuat keinginan pemerintah akan kehadiran
partai politik agar masyarakat dapat menyalurkan aspirasi (aliran pahamnya)
secara teratur. Sejak dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tersebut, dapat
diklasifikasi sejumlah partai politik yang ada sebagai berikut :
a)
Dasar Ketuhanan : a) Partai Masjumi, b) Partai Sjarikat Indonesia,
c) Pergerakan Tarbiyan Islamiah (Perti), d) Partai Kristen Indonesia
(Parkindo), e) Nahdlatul Ulama (NU), dan f) Partai Katolik.
b)
Dasar Kebangsaan : Partai Nasional Indonesia (PNI),
Partai Indonesia Raya (Parindra Persatuan Indonesia Raya (PIR), Partai Rakyat
Indonesia (PRI), Partai Demokrasi Rakyat (Banteng), Partai Rakyat Nasional
(PRN), Partai Wanita Rakyat (PWR), Partai Kebangsaan Indonesia (Parki), Partai
Kedaulatan Rakyat (PKR), Serikat Kerakyatan Indonesia (SKI), Ikatan Nasional
Indonesia (INI), Partai Rakyat Jelata (PRJ), Partai Tani Indonesia (PTI),
Wanita Demokrasi Indonesia (PTI).
c)
Dasar Marxisme : Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai
Sosialis Indonesia, Partai Murba, Partai Buruh, Persatuan Rakyat Marhaen
Indonesia (Permai).
d)
Dasar Nasionalisme: Partai Demokrat Tionghoa (PTDI),
Partai Indonesia Nasional(PIN), Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
(IPKI), Masa Orde baru (tahun 1966-1998).
Awal kebangkitan orde baru (1966) dalam melakukan
pembelahan institusi politik, tetap berpandang bahwa jumlah partai politik yang
terlalu banyak tidak menjamin stabilitas politik. Usaha pertama disamping
memulihkan partai-partai yang tidak secara resmi dilarang, adalah menyusun
undang-undang tentang pemiluyang dianggap sesuai dengan perkembangan masyarakat
saat itu. Dan pemilu yang direncanakan dilaksanakan dalam waktu dekat, ternyata
baru terlaksana tahun 1971 dengan peserta sebanyak 10 partai politik. (Golkar,
Parmusi, NU, PSII, Partai Islam, Parkindo, Partai Katolik, PNI, Murba, dan
IPKI).Hasil Pemilu 1971 menunjukkan kemenangan Golkar yang diikuti oleh
Parmusi, NU dan PNI. Selanjutnya dengan diberlakukannya UU RI no. 03 tahun
1957, Pemilu tahun 1977 dan 1982 hanya diikuti oleh 3 ( tiga) peserta :
a)
PPP dengan ciri ke-islaman dan ideologi islam.
b)
Golkar dengan ciri kekayaan dan keadilan sosial.
c)
PDI dengan ciri demokrasi, kebangsaan (nasionalisme), dan
kedilan
Pada pemilu
tahun 1987 dan 1992 dengan diberlakukannya UU NO. 3 tahun 1985, partai politik
dan Golkar ditetapkan hanya mempergunakan satu-satunya asas, yaitu Pancasila
dengan tujuan agar setiap kontestan pemilu lebih berorientasi pada program
kerja masing-masing. penerapan atas tersebut langsung sampai dengan pelaksanaan
pemilu 1997. fakta memperlihatkan bahwa selama pemilu orde baru, golkar selalu
dominan. dalam pemilu 1971 golkar meraih (62,8%), tahun 1997 (62,1%), tahun
1982 (64,3%), tahun 1987 (73,2%) tahun 1992 (68,1%) dan pada tahun 1997
(70,2%).
Era orde
baru mengalami antiklimaks kekuasaan setelah pada akhir tahun 1997 negara
Indonesia mengalami krisis moneter yang selanjutnya berkembang menjadi
krisis multidimensi karena terperangkap hutang luar negeri yang besar dan
banyaknya praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) yang melibatkan pejabat
birokrasi dan pengusaha.
Ø Masa/Era
Repormasi (tahun 1999 s.d.sekarang)
Era reformasi benar-benar merupakan arus angin perubahan menuju
demokratisasi dan asas keadilan. Partai-partai politik diberikan kesempatan
untuk hidup kembali dan mengikuti pemilu dengan multipartai yang
terselenggarakan pada tahun 1999 berdasarkan undang-undang No. 3 tahun 1999.
sangat mengejutkan bagi semua manusia elemen masyarakat Indonesia ternyata
paska-orde baru pemilu diikuti sebanyak 48 partai politik.
b. Kelompok kepentingan
(interest group)
Kelompok kepentingan (interest group), dalam gerak
langkahnya akan sangat tergantung pada sistem kepartaian yang diterapkan dalam
suatu negara. Aktivitas kelompok kepentingan umumnya menyangkut tujuan-tujuan
yang lebih terbatas, dengan sasaran-sasaran yang monolitis dan intensitas usaha
yang tidak berlebihan.
Menurut Gabriel A. Almond, kelompok kepentingan dapat
diidentifikasikan ke dalam jenis-jenis kelompok sebagai berikut :
Ø Kelompok
Anomik : kelompok yang terbentuk dari unsur–unsur masyarakat secara spontan dan
seketika akibat isu kebijakan pemerintah, agama, politik, dsb.
Ø Kelompok
non-asosiasional: Kelompok yang berasal dari unsur keluarga dan keturunan atau
etnik, regional, status dan kelas yang menyatakan kepentingannya berdasarkan
situasi.
Ø Kelompok
insitusional : kelompok yang bersifat formal dan memiliki fungsi–fungsi politik
atau sosial.
Ø Kelompok
asosiasional: Kelompok yang menyatakan kepentinganya secara khusus, memakai
tenaga professional dan memiliki prosedur yang teratur untuk merumuskan
kepentingan dan tuntutan.
c. Kelompok Penekan (pressure
group)
Kelompok penekan merupakan salah satu institusi politik
yang dapat dipergunakan oleh rakyat untuk menyalurkan aspirasi dan kebutuhannya
dengan sasaran akhir adalah untuk mempengaruhi atau bahkan membentuk kebijakan
pemerintah. Kelompok penekan dapat terhimpun dalambeberapa asosiasi yang
mempunyai kepentingan sama, antara lain :
a)
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
b)
Organisasi-organisasi sosial keagamaan
c)
Organisasikepemudaan
d)
Organisasi Lingkungan Kehidupan
e)
Organisasi pembela Hukum dan HAM
f)
Yayasan atau Badan hukum lainnya, Mereka pada umumnya
dapat menjadi kelompok penekan dengan cara mengatur orientasi tujuan-tujuannya
yang secara operasional (melakukan negosiasi) sehingga dapat mempengaruhi
kebijaksanaan umum.
Dalam realitas kehidupan politik, kita mengenal berbagai
kelompok penekan baik yang sifatnya sektoral maupun regional. Tujuan dan target
mereka biasanya bagaimana agar keputusan politik berupa undang-undang atau
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah lebih menguntungkan kelompoknya
(sekurang-kurangnya tidak merugikan).
Kelompok penekan, kadang-kadang muncul lebih dominan
dibanding dengan partai politik, manakala partai politik peranannya tidak bisa
lagi diharapkan untuk mengangkat isu sentral yang mereka perjuangkan. Kondisi
inilah yang mendorong kelompok penekan tampil ke depan sebagai alternative
terkemuka.
d. Media komunikasi politik
(political communication media)
Media komunikasi politik merupakan salah satu instrument
politik yang dapat berfungsi untuk menyampaikan informasi dan persuasi mengenai
politik baik dari pemerintah kepada masyarakat maupun sebaliknya. Media
komunikasi seperti surat kabar, telepon, fax, internet, televise, radio, film,
dan sebagainya dapat memainkan peran penting terhadap penyampaian informasi
serta pembentukan/mengubah pendapat umum dan sikap politik publik.
e. Tokoh Politik
(political/figure)
Pengangkatan tokoh-tokoh merupakan proses transformasi
seleksi terhadap anggota-anggota masyarakat dari berbagai sub-kluktur,
keagamaan, status sosial, kelas, dan atas dasar isme-isme kesukuan dan
kualifikasi tertentu, yang kemudian memperkenalkan mereka pada peran-peran
khusus dalam sistem politik. Bagi actor-aktor politik itu sendiri, pengangkatan
diri mereka selalu melalui proses, yaitu :
Ø Transformasi
dari peranan-peranan non-politis kepada suatu situasi di mana mereka menjadi
cukup berbobot memainkan peranan-peranan politik yang bersifat khusus.
Ø Pengangkatan
dan penugasan untuk menjalankan tugas-tugas politik yang selama ini belum
pernah mereka kerjakan, walaupun mereka telah cukup mampu untuk mengemban tugas
seperti itu. Proses pengangkatan itu melibatkan baik persyaratan status maupun
penyerahan posisi khusus pada mereka.
Di dalam benak masyarakat sering timbul pertanyaan apakah
pengangkatan tokoh-tokoh politik akan pengaruh besar terhadap pembangunan dan
perubahan? Pada umumnya pengangkatan tokoh-tokoh politik akan memberikan angin
segar dalam memaparkan beberapa komponen perubahan dalam segala untuk dan
menifestasinya.
Pengangkatan tokoh-tokoh politik akan berakibat
terjadinya pergeseran di sector infrastruktur politik, organisasi,
asosiasi-asosiasi, kelompok-kelompok kepentingan serta derajat politisasi dan
partisipasi masyarakat.
Menurut Lester G. Seligman , proses pengangkatan
tokoh-tokoh politik akan berkaitan dengan beberapa aspek , yakni :
Ø Leditimasi
elit politik
Ø Masalah
kekuasaan
Ø Representativitasi
elit politik
Ø Hubungan
antara pengangkatan tokoh-tokoh politik dengan perubahan politik.
Di negara-negara demokrasi pada umunya, pengangkatan
tokoh-tokoh politik dilakukan melalui pemilihan umum. Hal ini akan berbeda jika
dilaksanakan di negara-negara totaliter, diktator atau otoriter.
2. Suprastruktur Politik
Suprastruktur politik (elit pemerintah) merupakan mesin
politik resmi di suatu negara sebagai penggerak politik formal. Kehidupan
politik pemerintah bersifat kompleks karena akan bersinggungan dengan
lembaga-lembaga negara yang ada, fungsi, dan wewenang/kekuasaan antara lembaga
yang satu dengan yang lainnya. Suasana ini pada umumnya dapat diketahui didalam
konstitusi atau Undang-Undang Dasar dan peraturan perundang-undangan suatu
negara.
Dalam perkembangan ketatanegaraan modern, pada umunya
elit politik pemerintah dibagi dalam kekuasaan eksekutif (pelaksana undang-undang), legislative (pembuat
undang-undang), dan yudikatif
(yang mengadili pelanggaran undang-undang), dengan sistem pembagian kekuasaaan
atau pemisahan kekuasaan.Untuk terciptanya dan mantapnya kondisi politik
negara, suprastruktur politik harus memperoleh dukungan dari infrastruktur
politik yang mantap pula. Rakyat, baik secara berkelompok berupa partai politik
atau organisasi kemasyarakatan, maupun secara individual dapat ikut
berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakil-wakilnya.
Suprastruktur politik di negara Indonesia sejak
bergulirnya gerakan reformasi tahun 1998 sampai dengan tahun 2006 telah membawa
perubahan besar di dalam sistem politik dan ketatanegaraan Republik Indonesia.
Era reformasi disebut juga sebagai “Era kebangkitan Demokrasi”.
Reformasi di bidang politik dan hukum ketatanegaraan,
yaitu dilaksanakannya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 selama 4 (empat kali)
dari tahun 1999-2002. Amandemen pertama disahkan (19 Oktober1999), kedua ( 18
Agustus 2000), ketiga (10 November 2001), dan keempat (10 Agustus 2002).
Amandemen UUD 1945 tersebut telah mengubah struktur politik di Indonesia.
Pengelompokkan suprastruktur politik :
Ø Trias
Politicamenurut Montesquieu
1) Kekuasaan legislatif (pembuat undang-undang)
2) Kekuasaan eksekutif (pelaksana undang-undang)
3) Kekuasaan yudikatif (mengadili bila terjadi pelanggaran atas undang-undang)
Ø Teori
Dikotomi
1)
Policy making (kekuasaan menetapkan UU)
2)
Policy executing (kekuasaan menlaksanakan kebijakan
Ø Teori
Gabriel Almond
1)
Rule making
2)
Rule application
3)
Rule adjudication
B.
Lembaga lembaga Negara Republik Indonesia
Suprastruktur politik ialah lembaga politik yang dibuat
oleh negara guna melakukan tugas (kekuasaan) negara. Suprastruktur politik yang
dibentuk atas ajaran Trias Politika dibagi menjadi tiga, yaitu
Ø kekuasaan
eksekutif ialah sebuah kekuasaan guna melaksanakan peraturan
perundang-undangan,
Ø kekuasaan
yudikatif ialah sebuah kekuasaan guna mempertahankan peraturan
perundang-undangan, dan
Ø kekuasaan
legislatif ialah sebuah kekuasaan guna menyusun dan membentuk peraturan perundang-undangan.
Suprastruktur politik menurut sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia yang berdasarkan pada UUD 1945 tidak menganut suatu sistem
negara manapun, tetapi merupakan suatu sistem yang khas menurut kepribadian
bangsa Indonesia. Berikut lembaga-lembaga negara yang termasuk dalam
suprastruktur politik di Indonesia berdasarkan Amendemen UUD 1945.
1)
MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat)
MPR adalah lembaga tinggi negara yang anggotanya terdiri atas anggota DPR
yang berjumlah 560 orang dan anggota DPD yang berjumlah 132 orang. DPR mewakili
rakyat dari partai politik peserta pemilu dan DPD merupakan wakil daerah
provinsi. Anggota DPR maupun anggota DPD dipilih langsung oleh rakyat dalam
Pemilu. Ketentuan mengenai MPR tertuang di dalam UUD 1945 Bab II Pasal 2 dan
Pasal 3 yang bunyinya sebagai berikut.
Pasal 2
Ø Majelis
Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat serta anggota
Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui Pemilihan Umum, serta diatur lebih
lanjut dengan undang-undang.
Ø Majelis
Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota
negara.
Ø Segala
putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.
Pasal 3
Ø Majelis
Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah serta menetapkan Undang-Undang Dasar.
Ø Majelis
Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan atau Wakil Presiden.
Ø Majelis
Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan atau Wakil
Presiden dalam masa jabatannya
Menurut Undang-Undang Dasar. UU No. 22 tahun 2003
mengatur tentang tugas dan wewenang MPR sebagai berikut.
Ø Mengubah
serta menetapkan UUD.
Ø Melantik
Presiden serta Wakil Presiden berdasarkan hasil Pemilu dalam sidang paripurna
MPR.
Ø Memutuskan
usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden
dan atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya setelah Presiden dan atau Wakil
Presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan di dalam sidang
paripurna MPR.
Ø Melantik
Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa
jabatannya.
Ø Memilih
Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan
jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu
enam puluh hari.
Ø Memilih
Presiden serta Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam
masa jabatannya, dari dua paket calon presiden serta wakil presiden yang
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon
presiden serta wakil presidennya meraih suara terbanyak pertama serta kedua
dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-lambatnya
dalam waktu tiga puluh hari.
Ø Menetapkan
peraturan tata tertib serta kode etik MPR.
2)
Presiden dan Wakil PresidenSebagai
lembaga tinggi negara, Presiden dan Wakil Presiden adalah pemegang kekuasaan
eksekutif. Sejak tahun 2004, Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh
rakyat. Melalui pemilihan secara langsung, diharapkan agar badan eksekutif
mempunyai kekuasaan tersendiri sehingga dapat menyusun pemerintahan yang kuat
dan program mandiri yang ditawarkan langsung kepada rakyat pemilih tanpa harus tergantung
kepada lembaga legislatif.Ketentuan mengenai Presiden dan Wakil Presiden ini
termuat dalam UUD 1945 Bab III Pasal 4 sampai dengan Pasal 16. Kekuasaan
Presiden di dalam menyelenggarakan kehidupan negara sehari-harinya meliputi
tugas dan wewenang sebagai berikut.
Ø Kekuasaan
Presiden sebagai kepala pemerintahan.
a)
Membentuk kabinet dengan mengangkat menteri-menteri dan
dapat memberhentikan menteri-menteri.
b)
Membentuk dewan pertimbangan untuk memberikan nasihat dan
pertimbangan kepada presiden.
c)
Menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan
undangundang.Mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR.
Ø Kekuasaan
presiden sebagai kepala negara.
a)
Memegang kekuasaan tertinggi Angkatan Darat, Angkatan
Laut,dan Angkatan Udara
b)
Memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi.
c)
Memberi tanda jasa dan tanda kehormatan.
d)
Mengangkat duta dan konsul
3. DPR (Dewan
Perwakilan Rakyat)
DPR adalah suatu lembaga tinggi negara yang berfungsi
sebagai pemegang kekuasaan legislatif, seperti termuat dalam UUD 1945 Bab VII
Pasal 19 sampai Pasal 22B. DPR memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut.
Ø Fungsi
legislatif, yaitu membentuk undang-undang.
Ø Fungsi
pengawasan, yaitu mengawasi jalannya pemerintahan.
Ø Fungsi
anggaran, yaitu menetapkan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara.
Dari fungsi DPR itu, maka tugas dan wewenang DPR adalah
Ø membentuk
undang-undang yang dibahas dengan presiden untuk mendapat persetujuan bersama;
Ø membahas dan
memberikan persetujuan terhadap peraturan pemerintah pengganti undang-undang;
Ø menerima dan
membahas usulan rancangan undang-undang yang diajukan DPD yang berkaitan dengan
bidang tertentu serta mengikutsertakannya dalam pembahasan;
Ø memerhatikan
pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang APBN serta rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;
Ø melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara serta kebijakan pemerintah;
Ø membahas dan
menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang
disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan;
Ø menetapkan
APBN bersama dengan memerhatikan pertimbangan DPD;
Ø menyerap,
menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
Ø memberikan
pertimbangan kepada presiden untuk mengangkat duta, menerima penempatan duta
negara lain, serta memberikan pertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi;
Ø memberikan
persetujuan kepada presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan
perjanjian dengan negara lain, serta membuat perjanjian internasional lainnya
yang menimbulkan akibat yang luas serta mendasar bagi kehidupan rakyat yang
terkait dengan beban keuangan negara dan atau pembentukan undang-undang;
Ø memberikan
persetujuan kepada presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi
Yudisial;
Ø memberikan
persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan
sebagai hakim agung oleh presiden;
Ø memilih tiga
orang calon anggota hakim konstitusi dan mengajukannya kepada presiden untuk
ditetapkan.
4. DPD (Dewan Perwakilan Daerah)
DPD adalah suatu lembaga tinggi negara. Dalam UUD 1945
Pasal 2 dinyatakan bahwa “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota
Dewan Perwakilan Rakyat serta anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih
melalui pemilihan umum, serta diatur lebih lanjut dengan undang-undang”. Jika
dibahas tentang peran yang diberikan oleh ketentuan perundangundangan kepada
DPD, maka dapat diketahui bahwa DPD tidak setara dengan DPR. Secara implisit,
kedudukan DPD berada di bawah DPR dan Presiden. Tugas serta wewenang DPD
sebagai berikut.
Ø Mengajukan
RUU kepada DPR yang berkaitan dengan:
i.
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah;
ii.
otonomi daerah;
iii.
perimbangan keuangan pusat dan daerah;hubungan pusat dan
daerah;
iv.
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya.
Ø Melakukan pembahasan
terhadap RUU yang diajukannya serta memberi pertimbangan kepada DPR atas RAPBN
yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
Ø Melakukan
pengawasan atas pelaksanaan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi, pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan
hasil pengawasannya kepada DPR untuk ditindaklanjuti.
Prinsip ketidaksetaraan kedudukan DPD dengan DPR diatur
dalam UUD 1945 Pasal 22C ayat (3) jo ketentuan Pasal 33 ayat (3) UU No. 22
tahun 2003 yang menyatakan bahwa jumlah seluruh anggota DPD tidak melebihi
sepertiga jumlah anggota DPR. Dengan demikian, apabila dipandang baik dari
sudut kelembagaan maupun keanggotaan, DPD merupakan suatu komponen
ketatanegaraan yang baru. Selain itu, sehubungan dengan kepentingan tiap-tiap
daerah yang tidak akan sama, maka menimbulkan ketidaksamaan pada visi dari tiap-tiap
anggota DPD sehingga mereka akan berjuang sendiri-sendiri untuk kepentingan
daerahnya yang beragam itu.
4. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)
BPK adalah lembaga tinggi negara. Anggota BPK dipilih
oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memerhatikan pertimbangan dari Dewan
Perwakilan Daerah serta diresmikan oleh Presiden. Ketentuan mengenai BPK
tercantum dalam Bab VIIIA Pasal 23E sampai 23G. Adapun tugas dan kewenangan BPK
sebagai berikut.
Ø Memeriksa
semua pelaksanaan tentang keuangan negara.
Ø Memeriksa
tanggung jawab pemerintah tentang keuangan negara.
Hasil dari tugas BPK tersebut diserahkan kepada DPR, DPD,
dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.
6. MA (Mahkamah Agung)
MA ialah lembaga tinggi negara pemegang kekuasaan
yudikatif dan kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh MA
beserta lembaga-lembaga peradilan yang berada di bawahnya (peradilan umum,
peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara) dan Mahkamah
Konstitusi.
Ketentuan mengenai MA tercantum dalam Bab IX Pasal 24 dan
Pasal 24A. UUD 1945 menyatakan bahwa syarat bagi calon Hakim Agung haruslah
mempunyai integritas serta kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional,
dan berpengalaman di bidang hukum. Calon Hakim Agung diusulkan oleh Komisi
Yudisial kepada DPR guna mendapatkan persetujuan yang selanjutnya ditetapkan
oleh Presiden.
Adapun kewenangan dan tugas MA ialah
1.
mengadili pada tingkat kasasi,
2.
menguji peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang terhadap undangundang, dan
3.
memberikan pertimbangan hukum kepada presiden dalam hal
permohonan grasi dan rehabilitasi.
7. Mahkamah
Konstitusi
MK ialah lembaga tinggi negara yang mempunyai kekuasaan
kehakiman atau kekuasaan yudikatif bersama-sama dengan Mahkamah Agung.
Ketentuan mengenai Mahkamah Konstitusi ini tercantum dalam UUD 1945 Bab IX
Pasal 24C. Wewenang dan tugasnya sebagai berikut.
Ø Menguji
suatu undang-undang terhadap UUD 1945.
Ø Memutuskan
sengketa lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.
Ø Memutus
pembubaran partai politik.
Ø Memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum.
Ø Memberikan
keputusan atas pendapat DPR tentang dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau
wakil presiden menurut UUD 1945.
h. Komisi Yudisial
Komisi Yudisial tidak memiliki kekuasaan kehakiman
(kekuasaan yudikatif), tetapi merupakan lembaga tinggi negara yang memiliki
hubungan dengan masalah kehakiman. Komisi Yudisial memiliki tuga (fungsi) yang
penting, yaitu untuk menciptakan kekuasaan kehakiman yang merdeka (independen)
melalui pencalonan Hakim Agung serta pengawasan terhadap hakim yang terbuka dan
juga menegakkan kehormatan serta keluhuran martabat, dan menjaga perilaku
hakim.
Ketentuan mengenai Komisi Yudisial tercantum dalam UUD
1945 Bab IX Pasal 24B yang berbunyi sebagai berikut.
a)
Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang
mengusulkan pengangkatan Hakim Agung serta mempunyai wewenang lain dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim.
b)
Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan
pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak
tercela.
c)
Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
d)
Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial
diatur dengan undang-undang.