Petunjuk Belajar Modul:
1. Dengan
modul ini diharapkan siswa dapat belajar secara mandiri Periodisasi
perkembangan demokrasi Pancasila tanpa atau dengan bimbingan guru.
2. Modul
ini dikembangkan dari konsep yang mudah ke yang sulit, dari konsep nyata ke
konsep yang abstrak dan dari konsep yang sederhana ke konsep yang rumit.
3. Belajarlah
secara mandiri
4. Baca
baik-baik Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) dan Tujuan
Pembelajaran.
Prasyarat Sebelum
Belajar:
Sebelum mempelajari
Periodisasi demokrasi Pancasila, peserta didik diharapkan mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini sebagai apersepsi:
1.
Menguraikan landasan konstitusional pelaksanaan
kedaulatan rakyat
2.
Menjelaskan indicator indicator negara demokrasi
3.
Menganalisis Pelaksanaan demokrasi periode
1945-1949
4.
Menjelaskan pelaksanaan demokrasi periode
1949-1959
5.
Menguraikan pelaksanaan demokrasi periode
1959-1965
6.
Mendeskripsikan pelaksanaan demokrasi periode
1965-1998
7.
Menguraikan pelaksanaan demokrasi periode 1998-
sekarang
Landasan
konstitusional pelaksanaan demokrasi
Dalam sudut pandang normatif,
demokrasi merupakan sesuatu yang secara ideal hendak dilakukan atau diselenggarakan
oleh sebuah negara, misalnya kita mengenal ungkapan “ pemeritnah dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Ungkapan normatif tersebut biasanya
diterjemahkan dalam konstitusi pada masing-masing negara, misalnya dalam UUD
NRI Tahun 1945 bagi pemerintah republik Indonesia. Apakah secara normatif,
negara kita sudah memenuhi kriteria sebagai negara demokrasi? Dan jawabannya
tantu sudah memenuhi kriteria.Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan negara
kita, semua konstitusi pernah berlaku menganut prinsip demokrasi. Hal ini dapat
dilihat dari ketentuan- ketuan berikut ini.
1. Dalam
pasal 1 ayat 2 UUD 1945 (sebelum diamandemen) berbunyi “ kedaulatan adalah
ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh mejelis permusyawaratan rakyat”
2. Dalam
pasal 1 ayat 2 UUD NRI 1945 (setelah diamandemen) berbunyi “ kedaulatan berada
ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”.
3. Dalam
konstitusi Republik Indonesia Serikat, Pasal 1 :
o
Ayat 1 berbunyi “ republik indonesia serikat
yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokrastis dan
berbentuk federasi”
o
Ayat 2 berbunyi “ kekuasaan kedaulatan republik
Indonesia serikat dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dewan perwakilan
rakyat dan senat”.
4. Dalam
UUDS 1950 Pasal 1 :
o
Ayat 1 berbunyi “ republik Indonesia yang
merdeka dan berdaulat ialah negara hukum yang demokratis dan berbentuk
kesatuan”
o
Ayat 2 berbunyi “ kedaulatan republik Indonesia
adalah ditangan rakyat dan dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan dewan
perwakilan rakyat
Indikator pelaksanaan demokrasi
Dari keempat konstitusi tersebut,
kita dapat melihat dengan jelas bahwa secara normatif Indonesia adalah negara
yang demokrasi. Namun, yang kemudian menjadi persoalan, apakah konstitusi
tersebut melahirkan suatu sistem yang demokrasi?
Untuk menjawab pertanyaan ini
mari kita lihat indikator-indikator yang telah dirumuskan oleh Affan Gaffar
berikut yang terdiri atas;
1. Akuntabilitas..
Dalam demokrasi, setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat
mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya. Tidak
hanya itu, ia juga harus dapat mempertanggungjawabkan ucapan atau kata-katanya,
serta yang tidak kalah pentingnya adalah perilaku dalam kehidupan yang pernah,
sedang, bahkan yang akan dijalaninya. Pertanggungjawaban itu tidak hanya
menyangkut dirinya saja, tetapi juga menyangkut keluarganya dalam arti luas,
yaitu perilaku anakn dan istrinya, juga sanak keluarganya terutama yang
berkaitan dengan jabatannya.
2. Rotasi
kekuasaan. Dalam demokrasi, peluang akan terjadinya rotasi kekuasaan harus ada
dan dilakukan secara teratur dan damai. Jadi, tidak hanya satu orang yang
selalu memegang jabatan, sementara peluang orang lain tertutup sama sekali.
3. Rekrutmen
politik yang terbuka.. Untuk memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan,
diperlukan suatu sistem rekrutmen politik yang terbuka. Artinya, setiap orang
memenuhi syarat untuk mengisi suatu jabatan politik yang dipilih rakyat
mempunyai peluang yang sama dalam melakukan kompetisi untuk mengisi jabatan
poltik tersebut.
4. Pemilihan
umum. Dalam suatu negara demokrasi, pemilu dilaksanakan secara teratur. Pemilu
merupakan sarana untuk melaksanakan rotasi kekuasaan dan rekrutmen politik.
Setiap warga negara yang telah dewasa memiliki hak untuk memilih dan dipilih
dan bebas menggunakan haknya tersebut sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Dia
bebas memilih partai atau calon mana yang akan didukungnya, tanpa ada rasa
takut atau paksaan dari orang lain. Pemilih juga bebas mengikuti segala macam
aktifitas pemilihan seperti kampanye dan menyaksikan penghitungan suara.
5. Pemenuhan
hak – hak dasar. Dalam suatu negara yang demokratis, setiap warga negara dapat
menikmati hak – hak dasar mereka secara bebas, termasuk pula hak untuk
menyatakan pendapat, hak untuk berkumpul dan berserikat, serta hak untuk
menikmati pers yang bebas. Kelima indikator tersebut diatas merupakan elemen
umum dari demokrasi yang menjadi ukuran dari sebuah negara demokratis. Dari
indikator tersebut, apakah semuanya telah diterapkan di Indonesia? Untuk
menjawabnya, dapat melihatnya dari alur sejarah politik di Indonesia, yaitu
pada pemeritnahan masa revolusi kemerdekaan Indonesia, hingga pada pemerintahan
orde reformasi sekarang ini. Mengapa demikian? Sebab pada masa-masa tersebut
demokrasi sebagai sistem pemerintahan republik Indonesia mengalami perkembangan
yang fluktuatif.
Perkembangan Demokrasi 1945 - 1959
Implementasi demokrasi pada masa pemerintahan setelah kemerdekaan baru terbatas pada interaksi politik diparlemen dan berfungsinya pers yang mendukung revolusi kemerdekaan. Walaupun tidak banyak catatan sejarah yang menyangkut perkembangan demokrasi pada masa setelah kemerdekaan, akan tetapi pada periode tersebut telah diletakkan hal-hal mendasar. Pertama, pemberian hak-hak politik secara menyeluruh. Kedua, presiden yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi dictator. Ketiga, dengan maklumat Wakil Presiden, maka ada kesempatan terbentuknya sejumlah partai politik yang kemudian menjadi peletak dasar bagi system kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah kehidupan politik indonesia.
Semenjak dikeluarkannya maklumat
wakil presiden No. X 3 november 1945, yang menyerukan pembentukan partai-partai
politik, Partai politik memainkan peranan sentral dalam kehidupan politik dan
proses pemerintahan. Persaingan antar kepentingan dan kekuatan politik
mengalami perkembangan dan semakin nampak jelas. Pergulatan politik ditandai
oleh tarik menarik antara partai politik di dalam lingkaran kekuasaan dengan
kekuatan politik / partai politik di luar lingkungan kekuasaan.
Kegiatan partisipasi politik di
masa orde lama atau atau saat diberlakukannya demokrasi parlementer (1945-1959)
berjalan dengan hingar bingar, terutama melalui saluran partai politik yang
mengakomodasikan ideologi dan nilai primordialisme (paham yang memegang teguh
hal-hal yang dibawa sejak kecil) yang tumbuh di tengah masyarakat.
Saat diterapkannya demokrasi
parlementer juga sering disebut masa kejayaan demokrasi di Indonesia, sebab
hampir seluruh elemen demokrasi dapat ditemukan dalam perwujudan kehidupan
politik di Indonesia. Lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan
yang sangat vital dalam proses politik yang berjalan. Perwujudan kekuasaan
parlemen ini diperlihatkan dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya kepada
pihak pemerintah yang mengakibatkan kabinet harus meletakkan jabatannya.
Sejumlah kasus jatuhnya kabinet dalam periode ini merupakan contoh nyata dari
tingginya akuntabilitas pemegang jabatan dan politisi. Terdapat sekitar 40
partai yang terbentuk dengan tingkat otonomi yang tinggi dalam proses
rekruitmen baik pengurus, atau pimpinan partainya maupun para simpatisannya.
Dalam perkembangan demokrasi di
era orde lama atau saat diberlakukannya demokrasi parlementer (1945-1959) salah
satu hal yang dikecewakan adalah masalah presiden (soekarno) yang hanya sebagai
simbolik semata begitu juga peran militer.
Akhirnya massa ini mengalami
kehancuran setelah terjadinya perpecahan antar elit dan antar partai politik.
Perpecahan antar elit politik ini diperparah dengan konflik tersembunyi antar
kekuatan parpol dengan Soekarno dan militer, serta adanya ketidakmampuan setiap
kabinet dalam merealisasikan programnya dan mengatasi potensi perpecahan
regional. Keadaan ini dimanfaatkan oleh Soekarno untuk merealisasikan
nasionalis ekonomi, dan diberlakukanya UU Darurat pada tahun 1957, maka sebuah
masa demokrasi parlementer (1945-1959) telah usai dan demokrasi terpimpin kini
telah dimulai.
Secara umum, terdapat 3 poin
penting yang menjadi penyabab gagalnya pelaksanaan demokrasi parlementer
(1945-1959) di indonesia, adalah sebagai berikut:
o Persamaan
kepentingan antara presiden Soekarno dengan kalangan Angkatan Darat, yang
sama-sama tidak suka dengan proses dan kondisi politik yang berjalan.
o Dominannya
politik aliran, sehingga membawa konsekuensi terhadap pengelolaan konflik
o Basis
sosial ekonomi yang masih sangat lemah
Perkembangan Demokrasi 1959 -1965
Setelah gagalnya demokrasi
parlementer dan diteruskan oleh demokrasi terpimpin maka periode demokrasi terpimpin
ini secara dini dimulai dengan terbentuknya Zaken Kabinet pimpinan Ir. Juanda
pada 9 April 1957, dan menjadi tegas setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Karakteristik
yang utama dari demokrasi terpimpin ialah: menggabungkan sistem kepartaian,
dengan terbentuknya DPR-GR peranan lembaga legislatif dalam sistem politik
nasional menjadi sedemikian lemah, Basic Human Right menjadi sangat lemah, masa
demokrasi terpimpin adalah masa puncak dari semangat anti kebebasan pers,
sentralisasi kekuasaan semakin dominan dalam proses hubungan antara pemerintah
pusat dengan pemerintah daerah.
Akibat dari demokrasi terpimpin
adalah kekuasaan menjadi tersentral di tangan presiden, dan secara signifikan
diimbangi dengan peran PKI dan Angkatan Darat. Kekuatan-kekuatan Suprastruktur
dan infrastruktur politik dikendalikan secara hampir penuh oleh presiden.
Dengan ambisi yang besar PKI mulai memperluas kekuatannya sehingga terjadi
kudeta oleh PKI yang akhirnya gagal di penghujung September 1965.
Dari uraian diatas dapat di
simpulkan menjadi beberapa poin penting dalam perkembangan demokrasi Orde Lama,
antara lain:
o Stabilitas
politik secara umum memprihatinkan. Ditandai dengan kuantitas konflik politik
yang amat tinggi. Konflik kebanyakan bersifat ideologis dan primordial dalam
masa 20 tahun pasca merdeka.
o Stabilitas
pemerintah dalam 20 tahun bereda dalam kedaan memprihatinkan. Mengalami 25
pergantian kabinet, 20 kali pergantian kekuasaan eksekutif dengan rata-rata
satu kali pergantian setiap tahun.
o Perangkat
kelembagaan yang memprihatinkan. Ketidaksiapan aparatur pemerintah dalam proses
politik menjadikan birokrasi tidak terurus.
o Krisis
ekonomi. Pada masa demokrasi parlementer krisis dikarenakan kabinet tidak
sempat untuk merealisasika program ekonomi karena pergantian kekuasaan yang
kerap terjadi. Masa demokrasi terpimpin mengalami krisis ekonomi karena
kegandrungannya terhadap revolusi serta urusan internasional sehingga kurang diperhatikannya
sektor ekonomi dalam negeri.
Perkembangan Demokrasi Periode
1965-1998
Wajah demokrasi mengalami pasang surut sejalan dengan perkembangan tingkat ekonomi, poltik dan, ideologi. Tahun-tahun awal pemerintahan Orde Baru ditandai oleh adanya kebebasan politik yang besar. Presiden Soeharto yang menggantikan Presiden Soekarno sebagai Presiden ke-2 RI, menerapkan model Demokrasi yang berbeda lagi, yaitu disebut Demokrasi Pancasila (Orde baru), penamaan Demokrasi Pancasila juga bertujuan untuk menegaskan klaim bahwasanya model demokrasi inilah yang sejatinya tepat dengan ideologi negara Pancasila. Dalam masa yang tidak lebih dari tiga tahun ini, kekuasaan seolah-olah akan didistribusikan kepada rakyat. Oleh karena itu kalangan elit politik, aktivis dan organisasi sosial politik yang siap menyambut pemilu 1971, tumbuh gairah besar untuk berpartisipasi mendukung program-program pembaruan pemerintahan baru.
Awal Orde baru memberi harapan
baru pada rakyat terutama dalam pembangunan disegala bidang melalui Pelita I,
II, III, IV, V. Namun lama kelamaan perkembangan yang terlihat adalah semakin
lebarnya kesenjangan antara kekuasaan negara dengan masyarakat. Orde Baru
mewujudkan dirinya sebagai kekuatan yang kuat dan relatif otonom, sementara
masyarakat semakin terasingkan dari lingkungan kekuasaan dan proses pembuatan
kebijakan. Kedaan ini tidak lain adalah akibat dari:
o Intervensi
negara secara berlebihan terhadap perekonomian dan pasar yang memberikan
keleluasaan lebih kepada negara untuk mengakumulasikan modal dan kekuatan ekonomi.
o Kemenangan
mutlak Partai Golkar dalam pemilu yang memberi legitimasi politik yang kuat
kepada negara.
o Dijalankannya
regulasi-regulasi politik semacam birokratisasai, depolitisasai, dan
institusionalisasi.
o Dipakai
pendekatan keamanan
Tersedianya sumber biaya
pembangunan, baik dari eksploitasi minyak bumi dan gas serta dari bantuan luar
negeri, dan akhirnya sukses menjalankan kebijakan pemenuhan kebutuhan pokok
rakya sehingga menyumbat gejolak masyarakat yang potensinya muncul karena sebab
struktural.
Menurut M. Rusli Karim, rezim
Orde Baru ditandai oleh dominannya peranan ABRI, birokratisasi dan sentralisasi
pengambilan keputusan politik, pembatasan peran dan fungsi partai politik,
campur tangan pemerintah dalam persoalan partai politik dan publik, monolitisasi
ideologi negara, dan inkorporasi lembaga nonpemerintah.
Berakhirnya masa Orde Baru,
melahirkan era baru yang disebut masa reformasi. Orde Baru berakhir pada saat
Presiden Soeharto menyerahkan kekuasaan kepada Wakil Presiden B.J.Habibie pada
tanggal 21 Mei 1998
Perkembangan Demokrasi 1998
Sampai Sekarang
Sejak berakhirnya Orde Baru yang
bersamaan waktunya dengan lengsernya Presiden Soeharto, maka indonesia memasuki
suasana kehidupan kenegaraan yang baru, sebagai hasil dari kebijakan reformasi
yang dijalankan terhadap hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat dan negara
yang berlaku sebelumnya. Kebijakan reformasi ini diawali dengan di amandemennya
UUD 1945 (bagian Batangtubuhnya) sebab dinilai sebagai sumber utama kegagalan
tatanan kehidupan kenegaraan di masa Orde Baru.
Amandemen UUD 1945, terutama yang
berkaitan dengan kelembagaan negara, khususnya perubahan terhadap aspek
pembagian kekuasaan dan aspek sifat hubungan antar lembaga-lembaga negara,
akibat amandemen tersebut sehingga dengan sendirinya terjadi perubahan terhadap
model demokrasi yang dilaksana-kan dibandingkan dengan model Demokrasi
Pancasila di era Orde Baru. Saat masa pemerintahan Habibie mulai nampak
beberapa indicator kedemokrasian di Indonesia. Pertama, diberikannya ruang
kebebasan pers sebagai ruang publik untuk berpartisipasi dalam kebangsaan dan
kenegaraan. Kedua, diberlakunya system multi partai dalam pemilu tahun 1999.
Demokrasi yang diterapkan Negara
kita pada era reformasi ini adalah Demokresi Pancasila, tentu saja dengan
karakteristik yang berbeda dengan Demokresi Pancasila yang diterapkan pada masa
orde baru dan sedikit mirip dengan demokrasi perlementer tahun 1950-1959.
Perbaikan ke arah positif
Perkembangan Demokrasi pada masa Reformasi ini dapat tercermin dalam beberapa
hal, diantaranya adalah sebagai berikut:
Pemilu yang dilaksanakan tahun
1999 jauh lebih demokratis dari yang sebelumnya serta pelaksanaan pemilu
setelah tahun 1999 juga berjalan demokratis dan lebih baik daripada pelaksanaan
pemilu sebelum 1999.
o Sebagian
besar hak dasar bisa terjamin seperti adanya kebebasan menyatakan pendapat.
o Pola
rekruitmen politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara terbuka.
o Rotasi
kekuasaan dilaksanakan dari mulai pemerintahan pusat sampai pada tingkat desa.
o Perkembangan
demokrasi masa reformasi yang menuju ke arah positif dapat terlihat dari
pengakuan Freedom House pada Tahun 2006 yang memasukkan negara Republik
Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga setelah Amerika dan India.
Pujian-pujian atas perkembangan demokrasi juga terus mengalir dari berbagai
kalangan.
Namun dibalik perkembangan
demokrasi yang menuju ke arah positif, penerapan demokrasi oleh sebagian
kalangan dianggap tidak memberikan kesejahteraan tetapi justru melahirkan
pertikaian dan pemiskinan. Rakyat yang seharusnya diposisikan sebagai penguasa
tertinggi, ironisnya justru sering dipinggirkan. Kondisi buruk diperparah oleh
elite politik dan aparat penegak hukum yang menunjukkan aksi-aksi blunder.
Banyak perilaku wakil rakyat yang tidak mencerminkan aspirasi pemilihnya,
bahkan opini publik sengaja disingkirkan guna mencapai aneka kepentingan
sesaat. Banyak kasus-kasus yang amat mencederai perasaan rakyat mudah
ditampilkan dan mengundang kemarahan publik.
Oleh karenanya di tengah eforia
demokrasi, kita semua harus berhati-hati akan kepentingan sempit yang sangat
mungkin menjadi penumpang gelap. selain itu sinkronisasi antara demokrasi
dengan pembangunan nasional haruslah sejalan bukan malah sebaliknya demokrasi
yang ditegakkan hanya untuk pemenuhan kepentingan partai dan kelompok tertentu
saja. Jadi, demokrasi yang kita terapkan sekarang haruslah mengacu pada
sendi-sendi bangsa Indonesia yang berdasarkan filsafah bangsa yaitu Pancasila
dan UUD 1945 serta bertujuan untuk mensejahterakan kehidupan bangsa indonesia
secara umum.
Sekian artikel mengenai
Perkembangan Demokrasi di Indonesia dari Orde Lama, Orde Baru Hingga Reformasi
dan Saat ini. semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi sobat baik untuk
mengerjakan tugas, maupun untuk sekedar menambah wawasan tentang demokrasi di
indonesia, pelaksanaan demokrasi di indonesia, sistem politik indonesia dan
penerapan demokrasi di indonesia. Terimakasih atas kunjungannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar