Pengertian kekuasaan negara
Nilai nilai Pancasila dalam kerangka praktik penyelenggaraan
pemerintahan negara
2. Petunjuk Belajar Modul:
Modul ini dikembangkan dari konsep yang mudah ke yang sulit,
dari konsep nyata ke konsep yang abstrak dan dari konsep yang sederhana ke
konsep yang rumit.
Belajarlah secara berkelompok.
Baca baik-baik Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar
(KD) dan Tujuan Pembelajaran.
3. Prasyarat Sebelum Belajar:
Sebelum mempelajari penyelenggaraan pemerintahan negara,
peserta didik diharapkan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini
sebagai apersepsi:
·
Mendeskripsikan Sistem pengertian kekuasaan
negara
·
Menguraikan pembagian kekuasaan vertical
·
Menjelaskan pengertian pembagian kekuasaan
horizontal
·
Menjelaskan hubungan antar lembaga negara
Menurut Montesquieu seorang pemikir
berkebangsaan Perancis mengemukakan teorinya yang disebut trias politica. Dalam
bukunya yang berjudul “L’esprit des Lois” pada tahun 1748 menawarkan alternatif
yang agak berbeda dari pendapat John Locke. Menurut Montesquieu untuk tegaknya
negara demokrasi perlu diadakan pemisahan kekuasaan negara ke dalam 3 organ,
yaitu:
·
Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang).
·
Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan
undang-undang).
·
Kekuasaaan yudikatif (mengawasi & mengadili
bila terjadi pelanggaran atas undang-undang).
·
Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang)
·
Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang)
·
Kekuasaaan Federatif (melakukan hubungan
diplomtik dengan negara-negara lain)
Kusnardi dan ibrahim (1983:140) menyatakan
bahwa istilah pemisahan kekuasaan (separation of powers) dan pembagian
kekuasaan (divisions of powers) merupakan dua istilah yang memiliki pengertian
berbeda satu sama lainnya
·
Pemisahan kekuasaan berarti kekuasaan negara
terpisah-pisah dalam beberapa bagian, baik megenai organ maupun fungsinya
·
Sedangkan dalam pembagian kekuasaan, kekuasaan
itu memang dibagi-bagi dalam beberapa bagian (legislatif, eksekutif, dan
yudikatif), tetapi tidak dipisahkan
B. Pembagian kekuasaan vertical
Pembagian kekuasaan secara vertikal
merupakan pembagian kekuasaan berdasarkan tingkatannya, yaitu pembagian
kekuasaan antaran beberapa tingkatan pemerintah
·
Pembagian kekuasaan secara vertikal di indonesia
berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah (pemerintahan
provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota)
·
Pembagian kekuasaan secara vertikal muncul
sebagai konsekuensi dari diterapkannya asas desentralisasi di negara kesatuan
republik Indonesia
A. Pengertian kekuasaan negara
Menurut Montesquieu seorang pemikir
berkebangsaan Perancis mengemukakan teorinya yang disebut trias politica. Dalam
bukunya yang berjudul “L’esprit des Lois” pada tahun 1748 menawarkan alternatif
yang agak berbeda dari pendapat John Locke. Menurut Montesquieu untuk tegaknya
negara demokrasi perlu diadakan pemisahan kekuasaan negara ke dalam 3 organ,
yaitu:
·
Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang).
·
Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan
undang-undang).
·
Kekuasaaan yudikatif (mengawasi & mengadili
bila terjadi pelanggaran atas undang-undang).
John Locke, dalam bukunya yang berjudul
“Two Treaties of Goverment” mengusulkan agar kekuasaan di dalam negara itu
dibagi dalam organ-organ negara yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda.
Menurut beliau agar pemerintah tidak sewenang-wenang, maka harus ada pembedaan
pemegang kekuasaan-kekuasaan ke dalam tiga macam kekuasaan,yaitu:
·
Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang)
·
Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang)
·
Kekuasaaan Federatif (melakukan hubungan
diplomtik dengan negara-negara lain)
Kusnardi dan ibrahim (1983:140) menyatakan
bahwa istilah pemisahan kekuasaan (separation of powers) dan pembagian
kekuasaan (divisions of powers) merupakan dua istilah yang memiliki pengertian
berbeda satu sama lainnya
·
Pemisahan kekuasaan berarti kekuasaan negara
terpisah-pisah dalam beberapa bagian, baik megenai organ maupun fungsinya
·
Sedangkan dalam pembagian kekuasaan, kekuasaan
itu memang dibagi-bagi dalam beberapa bagian (legislatif, eksekutif, dan
yudikatif), tetapi tidak dipisahkan
B. Pembagian kekuasaan vertical
Pembagian kekuasaan secara vertikal
merupakan pembagian kekuasaan berdasarkan tingkatannya, yaitu pembagian
kekuasaan antaran beberapa tingkatan pemerintah
·
Pembagian kekuasaan secara vertikal di indonesia
berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah (pemerintahan
provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota)
·
Pembagian kekuasaan secara vertikal muncul
sebagai konsekuensi dari diterapkannya asas desentralisasi di negara kesatuan
republik Indonesia
C. Pembagian kekuasaan horizontal
·
Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu
pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu (legislatif,
eksekutif, dan yudikatif)
· Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pembagian kekuasaan secara horizontal dilakukan pada tingkatan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah
·
Pembagian kekuasaan pada tingkat pemerintahan
pusat mengalami pergeseran setelah terjadinya perubahan UUD negara republik
indonesia tahun 1945. Pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran klasifikasi
kekuasaan negara yang umumnya terdiri atas tiga jenis kekuasaan (legislatif,
eksekutif, dan yudikatif) menjadi enam(6) kekuasaan negara yaitu:
A.
Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan untuk
mengubah dan menetapkan UUD
B.
Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk
menjalankan undang-undang dan penyelenggaraan pemerintahan negara
C.
Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk
membentuk undang-undang
D.
Kekuasaan yudikatif/kehakiman, yaitu kekuasaan
untuk melnyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
E.
Kekuasaan eksminatif/inspektif, yaitu kekuasaan
yang berhubungan dengan penyelengaraan pemerikasaan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang
keuangan negara
F.
Kekuasaan moneter, ysitu kekuasaan untuk
menetepkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan rupiah
D. Hubungan antar lembaga negara
·
Dalam UUD 1945 MPR merupakan salah satu lembaga
Negara (sebelum Amandemen dikenal dengan istilah lembaga tertinggi Negara).
Anggota MPR yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD menunjukan bahwa MPR
masih dipandang sebagai lembaga perwakilan rakyat karena keanggotaannya dipilih
dalam pemilihan umum. Unsur anggota DPR untuk mencerminkan prinsip demokrasi
politik sedangkan unsur anggota DPD untuk mencerminkan prinsip keterwakilan
daerah agar kepentingan daerah tidak terabaikan. Dengan adanya perubahan
kedudukan MPR, maka pemahaman wujud kedaulatan rakyat tercermin dalam tiga
cabang kekuasaan yaitu lembaga perwakilan, Presiden, dan pemegang kekuasaan
kehakiman.Adapun yang menjadi kewenangan MPR adalah mengubah dan menetapkan
UUD, memilih Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam hal terjadi kekosongan
jabatan Presiden dan/atau Wakil Presiden, melantik Presiden dan/atau Wakil
Presiden, serta kewenangan memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden
menurut UUD.Dalam hubungannya dengan DPR, khusus mengenai penyelenggaraan
sidang MPR berkaitan dengan kewenangan untuk memberhentikan Presiden dan/atau
Wakil Presiden, proses tersebut hanya bisa dilakukan apabila didahului oleh
pendapat DPR yang diajukan pada MPR.Dalam hubungannya dengan DPD. Seperti
halnya peran DPR, peran DPD dalam MPR juga sangat besar misalnya dalam hal
mengubah UUD yang harus dihadiri oleh 2/3 anggota MPR dan memberhentikan
Presiden yang harus dihadiri oleh 3/4 anggota MPR maka peran DPD dalam
kewenangan tersebut merupakan suatu keharusan.Dalam hal hubungannya dengan
Mahkamah Konstitusi (MK) dapat dipahami dari Pasal 24C ayat (1) UUD 1945
menyebutkan bahwa salah satu wewenang Mahkamah Konstitusi adalah untuk memutus
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD. Karena
kedudukan MPR sebagai lembaga negara maka apabila MPR bersengketa dengan lembaga
negara lainnya yang sama-sama memiliki kewenangan yang ditentukan oleh UUD,
maka konflik tersebut harus diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi.
·
Hubungan DPR dengan Presiden, DPD, dan MK. Anggtota
DPR terdiri dari DPR dan DPD. Perbedaan keduanya terletak pada hakikat
kepentingan yang diwakilinya, DPR untuk mewakili rakyat sedangkan DPD untuk
mewakili daerah.Pasal 20 ayat (1) menyatakan bahwa DPR memegang kekuasaan
membentuk undang-undang. Selanjutnya untuk menguatkan posisi DPR sebagai pemegang
kekuasaan legislatif maka pada Pasal 20 ayat (5) ditegaskan bahwa dalam hal RUU
yang disetujui bersama tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu 30 hari
semenjak RUU tersebut disetujui, sah menjadi UU dan wajib diundangkan.Dalam
hubungan dengan DPD, terdapat hubungan kerja dalam hal ikut membahas RUU yang
berkaitan dengan bidang tertentu, DPD memberikan pertimbangan atas RUU
tertentu, dan menyampaikan hasil pengawasan pelaksanaan UU tertentu pada
DPR.Dalam hubungannya dengan Mahkamah Konstitusi, terdapat hubungan tata kerja
yaitu dalam hal permintaan DPR kepada MK untuk memeriksa pendapat DPR mengenai
dugaan bahwa Presiden bersalah. Disamping itu terdapat hubungan tata kerja lain
misalnya dalam hal apabila ada sengketa dengan lembaga negara lainnya, proses pengajuan
calon hakim konstitusi, serta proses pengajuan pendapat DPR yang menyatakan
bahwa Presiden bersalah untuk diperiksa oleh MK.
·
Hubungan DPD dengan DPR, BPK, dan MK. Tugas dan
wewenang DPD yang berkaitan dengan DPR adalah dalam hal mengajukan RUU tertentu
kepada DPR, ikut membahas RUU tertentu bersama dengan DPR, memberikan
pertimbangan kepada DPR atas RUU tertentu, dan menyampaikan hasil pengawasan
pelaksanaan UU tertentu pada DPR. Dalam kaitan itu, DPD sebagai lembaga
perwakilan yang mewakili daerah dalam menjalankan kewenangannya tersebut adalah
dengan mengedepankan kepentingan daerah.Dalam hubungannya dengan BPK, DPD
berdasarkan ketentuan UUD menerima hasil pemeriksaan BPK dan memberikan
pertimbangan pada saat pemilihan anggota BPK.Ketentuan ini memberikan hak
kepada DPD untuk menjadikan hasil laporan keuangan BPK sebagai bahan dalam
rangka melaksanakan tugas dan kewenangan yang dimilikinya, dan untuk turut
menentukan keanggotaan BPK dalam proses pemilihan anggota BPK. Disamping itu,
laporan BPK akan dijadikan sebagai bahan untuk mengajukan usul dan pertimbangan
berkenaan dengan RUU APBN.Dalam kaitannya dengan MK, terdapat hubungan tata
kerja terkait dengan kewenangan MK dalam hal apabila ada sengketa dengan
lembaga negara lainnya.
·
Hubungan MA dengan lembaga negara lainnya. Pasal
24 ayat (2) menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya serta oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi. Ketentuan tersebut menyatakan puncak kekuasaan kehakiman dan
kedaulatan hukum ada pada MA dan MK. Mahkamah Agung merupakan lembaga yang
mandiri dan harus bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan yang lain.Dalam
hubungannya dengan Mahkamah Konstitusi, MA mengajukan 3 (tiga) orang hakim
konstitusi untuk ditetapkan sebagai hakim di Mahkamah Konstitusi.
·
Hubungan antara Mahkamah Konstitusi dengan
Presiden, DPR, BPK, DPD, MA, KY, Kewenangan Mahkamah Konstitusi sesuai dengan
ketentuan Pasal 24C ayat (1) dan (2) adalah untuk mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD, memutus pembubaran partai
politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Disamping itu,
MK juga wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran
oleh Presiden atau Wakil Presiden menurut UUD.Dengan kewenangan tersebut, jelas
bahwa MK memiliki hubungan tata kerja dengan semua lembaga negara yaitu apabila
terdapat sengketa antar lembaga negara atau apabila terjadi proses judicial
review yang diajukan oleh lembaga negara pada MK.
·
Hubungan antara BPK dengan DPR dan DPD, BPK
merupakan lembaga yang bebas dan mandiri untuk memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab tentang keuangan negara dan hasil pemeriksaan tersebut
diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD. dengan pengaturan BPK dalam UUD, terdapat
perkembangan yaitu menyangkut perubahan bentuk organisasinya secara struktural
dan perluasan jangkauan tugas pemeriksaan secara fungsional. Karena saat ini
pemeriksaan BPK juga terhadap pelaksanaan APBN di daerah-daerah dan harus
menyerahkan hasilnya itu selain DPR juga pada DPD dan DPRD.Selain dalam
kerangka pemeriksaan APBN, hubungan BPK dengan DPR dan DPD adalah dalam hal
proses pemilihan anggota BPK.
·
Hubungan antara Komisi Yudisial dengan MA, Pasal
24A ayat (3) dan Pasal 24B ayat (1) menegaskan bahwa calon hakim agung
diusulkan Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapat persetujuan. Keberadaan
Komisi Yudisial tidak bisa dipisahkan dari kekuasaan kehakiman. Dari ketentuan
ini bahwa jabatan hakim merupakan jabatan kehormatan yang harus dihormati,
dijaga, dan ditegakkan kehormatannya oleh suatu lembaga yang juga bersifat
mandiri. Dalam hubungannya dengan MA, tugas KY hanya dikaitkan dengan fungsi
pengusulan pengangkatan Hakim Agung, sedangkan pengusulan pengangkatan hakim
lainnya, seperti hakim MK tidak dikaitkan dengan KY.Pembagian kekuasaan negaralembaga-lembaga tertentu (legislatif,
eksekutif, dan yudikatif)